HR. Ahmad & Al Hakim : "Kemuliaan orang adalah agamanya, harga dirinya (kehormatannya) adalah akalnya, sedangkan ketinggian kedudukannya adalah akhlaknya.
"
|
Selasa, 31 Desember 2013 pukul 19:00 WIB
Penulis : Syaifoel Hardy
Harga buah pepaya, satu kilogram di Qatar, mencapai kurang lebih Rp. 27 ribu. Di Malang, dengan duit yang sama, bisa mendapatkan 3 buah pepaya, segar dan manis.
Pepaya tergolong mahal di Timur Tengah, sementara di negeri kita, buahnya rakyat! Di negeri Arab, didatangkan dari Oman, India, terkadang Thailand. Di kita, bisa tumbuh di seluruh penjuru ladang!
Saya menyukai buah pepaya bukan hanya karena kaya akan Vitamin A dan C-nya saja. Pepaya membuat dingin di perut, membantu memperlancar proses pencernaan, buahnya lunak, dan menarik aroma segarnya.
Saya tahu, beberapa orang tidak suka pepaya. Memang, relatif!
Beda dengan di Indonesia, pepaya yang dijual di Qatar, bijinya jarang.
Saudara...
Waktu kecil, kami biasa tidak membuang biji buah-buahan, bukan hanya biji pepaya. Saya suka mengumpulkan, mulai dari biji yang tidak bisa dimakan seperti mangga, hingga yang bisa dimasak dan dimakan, seperti biji nangka dan durian.
Biji-bijian ini kami kumpulkan, kemudian dijemur, dikeringkan di bawah terik matahari. Sesudah kering, kami tebar ke mana-mana, di halaman rumah kami yang kecil.
Subhanallah, tanah kita memang subur. Hanya dalam hitungan beberapa hari, tunasnya bisa tumbuh! Tanpa harus bersusah payah, menebar pupuk, mengairi dengan air, atau menempatkan secara khusus, seperti yang dilakukan sejumlah petani Qatar. Di Qatar, karena panas dan tanahnya yang gersang, biji-biji tadi tidak bakalan tumbuh! Sebaliknya di negeri ini, lantaran tumbuh subur, di mana-mana, tidak jarang kita cabut atau babat!
Biji-biji yang kecil, tergeletak di tanah yang subur, tidak perlu disentuh. Akan tumbuh dengan sendirinya, menjadi bibit-bibit unggul, yang jika ditelateni, akan menjanjikan kemakmuran buat kehidupan kita, sepanjang umur!
Filosofi yang bisa kita petik dari melempar biji-biji yang semula tidak nampak nilainya ini adalah, dalam berbuat kebaikan, kita tidak perlu mengukur besarnya. Sekecil apapun, meski sepertinya tidak ada nilainya, bahkan tidak berharga di mata orang lain, sebaiknya jangan disepelekan. Jangan dianggap pula sebagai kendala.
Buatlah kebajikan di mana-mana, tidak perlu pandang kepada siapa, di mana dan kapan. Misalnya hanya senyum dan mengucap salam; menunjukkan arah ke mana orang harus jalan; menyingkirkan duri di jalan; mengatakan 'apa yang bisa saya bantu'; hingga mengangkat barang mereka yang membutuhkan.
Buahnya memang, tidak bakal kelihatan dalam sekejap mata.
Suatu hari nanti, dan itu pasti, seperti tunas biji-biji di atas. Mereka bakal tumbuh seolah diguyur hujan di tanah yang subur. Mereka bakal membuat anda makmur lantas penuh syukur. Mereka akan datang, layaknya tamu tak diundang. Seolah dalam waktu sangat singkat. Tidak ubahnya baru saja terbangun dari tidur!
So, sebar biji-biji kecil kebajikan, kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja!
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Syaifoel Hardy sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.