HR. At-Tirmidzi : "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut, ia telah mengambil bagian yang banyak."
|
Jum'at, 13 Desember 2013 pukul 19:00 WIB
Penulis : Syaifoel Hardy
"Saya tidak mengerti apa yang dia katakan. Yang saya tangkap hanyalah kata 'round about' (bundaran) saja! Maka saya tunjukkan tempatnya. Sesudah itu, dia bilang terima kasih. Saya tidak tahu apakah dia benar-benar berterima kasih atau hanya pemoles bibir saja!"
Demikian kata Chacko, yang kurang begitu menguasai Bahasa Inggris, menceritakan kembali, pengalaman saat jumpa dengan dua orang turis asal Amerika.
Memahami pembicaraan orang lain, kalau hanya sepotong-sepotong, amat tidak menyenangkan. Baik bagi komunikan maupun komunikator. Karena, tujuan komunikasi tidak tercapai.
Bagi penyampai pesan, penting sekali penguasaan perbendaharaan kata, serta keterampilan menatanya, agar pesan yang disampaikan benar-benar jelas. Sehingga dapat dimengerti isi keseluruhannya. Sedangkan bagi penerima pesan, perlu memiliki kemampuan sebagai pendengar yang baik. Di antaranya adalah sabar mendengarkan, hingga yang berbicara selesai. Baru kemudian dia bisa meminta ijin, apakah kini tiba giliran dia berbicara.
Jika kedua belah pihak ini kurang memahami peran masing-masing, maka tujuan komunikasi tidak bakal tercapai.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang kalau ngomong nyerocos terus, kayak air deras, tanpa berhenti atau bisa dihentikan. Dia bahkan tidak peduli apakah konten omongannya diperhatikan atau didengarkan oleh orang lain.
Sebaliknya, ada pula orang-orang yang suka memotong pembicaraan lawan bicaranya. Belum selesai bicara, dia sudah berkomentar. Akibatnya, komunikasi terganggu.
Ideal adalah yang berada di tengah-tengah. Maksudnya, berbicara sesuai dengan kadar dan kepentingan. Sekaligus, pandai memberikan kesempatan orang lain untuk menyampaikan pendapatnya.
Yang pasti, jangan sepotong-sepotong. Baik penyampai pesan atau penerima pesan, bila perlu mengulangi kembali isi pesan atau kesimpulan, agar lebih jelas dan sesuai dengan yang diharapkan.
Seni komunikasi seperti ini sangat penting dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Sebagai pembicara atau pendengar, sama saja. Keduanya membutuhkannya.
Melalui keterampilan seperti ini, orang bisa diketahui apakah profesional atau tidak, apakah punya sopan santun atau tidak. Tidak jarang, karena satu keterampilan ini, yakni menguasai seni bicara atau mendengarkan pembicaraan yang tidak sepotong-sepotong, membuat reputasi kita, jadi terbang melayang!
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Syaifoel Hardy sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.