HR. At-Tirmidzi : "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut, ia telah mengambil bagian yang banyak."
|
http://kotasantri.com |
Kamis, 19 Desember 2013 pukul 20:00 WIB
Penulis : Redaksi KSC
Setelah kita menyadari pentingnya kembali kepada fitrah, lantas bagaimana sesungguhnya fitrah wanita itu? Apakah fitrah itu sesuatu yang biasa dikerjakan manusia? Ataukah suatu budaya yang telah berlangsung secara turun temurun?
Bukan, fitrah adalah ketetapan yang Allah SWT gariskan bagi para makhluknya. Allah yang menciptakan hamba-Nya, sehingga Allah SWT yang paling mengetahui apa-apa yang baik bagi hamba-Nya dan apa yang buruk bagi hamba-Nya. Lalu Allah SWT memberikan tugas kepada masing-masing makhluk serta memberikan perangkat dan alat sesuai dengan tugasnya di dunia. Ketika satu di antara mereka menyerobot tugas yang bukan menjadi tugasnya, maka akan ada suatu pekerjaan yang tidak tertangani dan semakin banyak pekerjaan yang tumpang tindih dan semrawut akan semakin besar pula kekacauan yang timbul.
Allah SWT menggariskan bagi kaum laki-laki untuk memimpin wanita, karena memang Allah SWT mengaruniai suatu alat bagi laki-laki untuk memimpin yang tidak dikaruniakan kepada wanita. Demikian pula Allah SWT mempercayakan seorang bayi kepada kaum wanita lantaran Allah SWT telah memberikan piranti kepadanya sesuatu yang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki.
Contoh lain, Allah SWT menetapkan bagi wanita separuh dari bagian laki-laki dalam hak waris, karena Allah SWT melebihkan suatu beban bagi kaum laki-laki dengan apa yang tidak dibebankan dengan kaum wanita, yakni memberikan nafkah bagi keluarga. Begitulah, Allah SWT memberikan sarana kepada makhluk-Nya dengan apa yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Jika demikian, pantaskah kita sambut seruan "persamaan gender" dalam hak-hak secara keseluruhan?
Jika kaum wanita hari ini yang menuntut persamaan hak mendapatkan jatah kursi, persamaan hak untuk mendapatkan jatah warisan dan barang murahan lainnya, maka lihatlah apa yang menjadi tuntutan para shahabiyat yang seharusnya menjadi teladan kita?
Suatu ketika Asma' bin Yazid bin Sakan menghadap Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah utusan para wanita yang berada di belakangku, mereka sepakat dengan apa yang aku katakan dan sependapat dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah SWT mengutus Anda kepada laki-laki dan juga kepada para wanita. Kamipun beriman kepada Anda dan mengikuti Anda, sedangkan kami para wanita terbatas gerak-geriknya, kami mengurus rumah tangga, dan menjadi tempat menumpahkan syahwat bagi suami-suami kami, kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Namun Allah SWT memberikan keutamaan kepada kaum laki-laki dengan shalat jama'ah, mengantar jenazah, dan berjihad. Jika mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga hartanya dan memelihara anak-anaknya, maka apakah kami mendapatkan pahala sebagaimana yang mereka dapatkan?"
Mendengar tuntutan Asma' tersebut, nabi menoleh kepada para shahabat seraya bersabda, "Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agamanya yang lebih bagus dari pertanyaan ini?" Kemudian Beliau bersabda, "Pergilah, wahai Asma', dan beritahukan kepada para wanita di belakangmu bahwa perlakuan baik kalian terhadap suami dan upaya kalian mendapat ridha darinya serta keta'atan kalian kepadanya, pahalanya sama dengan apa yang engkau sebutkan tentang pahala laki-laki."
Maka perhatikanlah, adakah sama tuntutan hak para shahabiyat dengan kebanyakan muslimah hari ini?
* Wanita, Bila Bosan dengan Fitrahnya (III/III)
Ibnu Qittun # Dimuat Ulang dari Arsip KSC @ 10-02-2005
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Redaksi KSC sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.