HR. Muslim : "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada sosokmu dan hartamu, tetapi Dia akan melihat kepada hatimu dan amalanmu."
|
http://kotasantri.com |
Selasa, 10 Desember 2013 pukul 20:00 WIB
Penulis : Redaksi KSC
Keikhlasan membawa seseorang untuk mudah memaafkan di kala marah. Ikhlas juga yang menjadikan seseorang ringan memberi, meski ia membutuhkan. Ikhlas, yang membuat seseorang tak memandang situasi dalam beramal dan menjauhi maksiat, meski tak seorangpun melihat. Keikhlasan juga yang membuat orang tak memandang resiko apapun dalam menyampaikan kebenaran.
Berkat ikhlas, Rasulullah SAW tercatat berhasil melewati momen-momen yang dianggap paling sulit tersebut. Rasul adalah sosok yang paling mudah memberi maaf, paling banyak memberi laksana angin, paling terpelihara dari penyimpangan, paling berani menyampaikan kebenaran kepada siapapun. Benarlah ucapan Ibnul Jauzi rahimahullah, "Barangsiapa yang telah mengintip pahala (yang dituai karena keikhlasan), niscaya jadi ringanlah tugas yang berat itu." (Ar-Raqa-iq, Muhammad Ahmad Rasyid).
Lihatlah wujud ketulusan dari keikhlasan lain yang dimiliki Ibnu Abas. "Bila aku mendengar cerita tentang hujan yang turun di suatu daerah, maka aku akan gembira, meskipun aku di daerah itu tidak mempunyai binatang ternak atau padang rumput. Bila aku membaca suatu ayat dari Kitabullah, maka aku ingin kaum Muslimin semua memahami ayat itu seperti apa yang aku ketahui." Orang seperti Ibnu Abbas tak pernah memikirkan apa yang ia peroleh dari kebaikan yang ia lakukan. Ia cukup merasa bahagia, hanya dengan mendengar informasi-informasi yang mungkin tidak terkait langsung dengan kepentingannya. Lebih dalam lagi keikhlasan yang dikatakan oleh Imam Syafi'i, "Aku ingin kalau ilmu ini tersebar tanpa diketahui penyebarnya."
Karena itulah, da'i dan mujahid Islam terkenal, Imam Hasan Al-Bana mengatakan, "Ikhlas itu kunci keberhasilan." Menurut Al-Bana, para salafushalih yang mulia, tidak menang kecuali karena kekuatan iman, kebersihan hati, dan keikhlasan mereka. "Bila kalian sudah memiliki tiga karakter tersebut, ketika engkau berpikir, maka Allah akan mengilhamimu dengan petunjuk dan bimbingan. Jika engkau beramal, maka Allah akan mendukungmu dengan kemampuan dan keberhasilan." Al-Bana begitu serius memandang masalah ini, sehingga setelah kalimat tadi ia mengatakan, "Tapi bila ada di antara kalian yang hatinya sakit, cita-citanya lumpuh, diselimuti oleh sikap egois (tanda tidak ikhlas), masa lalunyapun penuh masalah, maka keluarkan ia dari barisanmu! Karena orang seperti itulah yang akan menghalangi rahmat dan taufiq Allah." (A-awa'iq, Muhammad Ahmad Rasyid).
Hasan Al-Bana tidak berlebihan. Karena orang yang tidak ikhlas umumnya tidak selamat dalam perjalanan, "Hanya orang yang tidak ikhlas yang akan tergelincir." (Shaidul Khatir, 355).
Maka, dengan keikhlasan, kita jadi tak mudah diperdaya oleh nafsu. Dan itulah nikmat yang hanya dirasakan para mukhlisin. Seperti yang tertuang dalam nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwa mengutamakan kelezatan iffah (menjaga diri dari perbuatan durhaka), lebih lezat daripada kelezatan maksiat. Dalam kesempatan lain ia mengatakan, "Rasa sakit yang ditimbulkan oleh mengikuti hawa nafsu lebih dahsyat daripada kelezatan yang dirasakan seorang karena mempertaruhkan hawa nafsu."
Abu Luthfi Ar-Rasyid # Dimuat Ulang dari Arsip KSC # 11-06-2008
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Redaksi KSC sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.