Ibn. Athaillah : "Di antara tanda keberhasilan pada akhir perjuangan adalah berserah diri kepada Allah sejak permulaan "
|
http://jamilazzaini.com | |
http://facebook.com/jamilazzaini | |
http://twitter.com/jamilazzaini |
Selasa, 26 November 2013 pukul 19:00 WIB
Penulis : Jamil Azzaini
Di sela-sela jadwal saya memberikan seminar dan training di KBRI Cairo pada 21-24 November 2013, saya berkesempatan berwisata ke tempat-tempat bersejarah di Mesir. Kunjungan pertama saya ke piramida Mesir yang terkenal itu. Sebelum pulang ke Tanah Air, saya mampir ke Benteng Sholahuddin Al-Ayubi atau Citadel. Saya juga sempat “ngintip” Universitas Al-Azhar Cairo.
“Orang-orang berpengaruh meninggalkan peninggalan yang melegenda,” itu komentar saya setelah mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut. Entah bagaimana piramida dibangun, ribuan batu disusun tanpa semen, namun kokoh dan menjulang tinggi. Dengan berat lebih dari satu ton setiap batu, entah bagaimana setiap batu itu dibawa. Tidak mungkin piramida dibangun oleh orang bermental kerdil dan tak punya nyali.
Lain lagi kesan saya saat saya berkunjung ke Citadel. Benteng yang berada di tempat yang paling tinggi, namun suplai airnya berasal dari sungai Nil yang jauh lebih rendah. Mengapa? Karena pembuat benteng itu telah membuat saluran air di atas benteng dengan memperhitungkan ketinggian. Tak mungkin benteng ini dibuat oleh orang yang malas dan tak memiliki kreativitas.
Kita mungkin tak bisa meninggalkan warisan berupa bangunan atau karya dalam bentuk fisik yang fenomenal. Tetapi kita tetap bisa meninggalkan karya yang dikenang oleh anak cucu kita, apakah itu melalui buku yang kita tulis, gerakan atau komunitas yang kita aktifkan, peradaban atau nilai-nilai yang kita perjuangkan dan sosialisasikan. Bisa juga dalam bentuk kepedulian massal yang terus menerus kita sebarkan.
Renungkanlah saat Anda sudah meninggal puluhan atau ratusan tahun kemudian. Suatu ketika anak dan cucu serta generasi pengganti Anda berselancar di dunia maya. Lalu, melalui mesin pencari di Internet (semisal Google), mereka menuliskan nama Anda. Kira-kira keterangan apa yang Anda harapkan dibaca mereka? Apakah mereka bangga dengan Anda? Apakah mereka lebih bersemangat mendo'akan Anda?
Memang kita bekerja, berkarya, dan berjuang bukan karena ingin dipuja anak dan cucu serta generasi mendatang. Namun di era Internet dan sosial media seperti saat ini, berbagai aktivitas kita di dunia maya otomatis terekam oleh Google. Sahabat saya pak Nukman Luthfie pernah mengatakan, “Google itu seperti malaikat elektronik yang mencatat semua amal perbuatan kita di Internet.” Kesimpulan saya, apa yang dilakukan oleh orang-orang hebat saat ini pasti bisa dilacak oleh Google di masa yang akan datang.
Usai membaca tulisan pendek ini, sebelum beraktivitas, cobalah berhenti sejenak, kemudian renungkan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan saya di atas. Semoga yang terekam di Google sesuatu yang bisa dibanggakan anak dan cucu sekaligus sebagai bekal di kehidupan abadi.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Jamil Azzaini sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.