Sirah Umar, Ibnu Abdil Hakam : "Aku akan duduk di sebuah tempat yang tak kuberikan sedikit pun tempat untuk syaitan."
|
Kamis, 5 Desember 2013 pukul 21:00 WIB
Penulis : Kamaruddin
Namanya Troy Bagnal. Usianya hampir 23 tahun dan tercatat sebagai mahasiswa Arizona di State University (ASU) program studi film dan media. Pemuda asal Phoenix, Arizona ini menjadi seorang mualaf pada Februari 2009 lalu.
Bagnal mengaku banyak alasan yang membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Yang jelas, Bagnal sudah tertarik dengan agama Islam sejak lama, karena Islam dan Muslim selalu menjadi isu hangat di Barat. Bagnal menyukai sejarah kuno dan sejarah dunia, termasuk masalah perang dan politik. Ia rajin mengikuti perkembangan informasi tentang konflik di Suah, Somalia, Palestina, Irak, Afghanistan, Pakistan, Chechnya, Lebanon, dan daerah-daerah konflik lainnya.
“Saya melakukan riset tentang konflik-konflik itu agar saya mengerti apa sebenarnya yang terjadi dan bersikap adil serta tidak bias dalam memandang konflik-konflik itu karena media massa di sini (AS) cenderung samar dalam memberitakan konflik-konflik tersebut,” kata Bagnal.
Ketika mempelajari konflik-konflik yang memang kebanyakan bersentuhan dengan umat Islam itulah Bagnal mulai tertarik untuk mempelajari sejarah dunia Islam. “Saya banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari sejarah dan budaya dunia Islam. Saya juga mengambil mata kuliah Peradaban Islam di AS. Sejalan dengan minat saya pada sejarah dan budaya dunia Islam, saya juga tertarik dengan agama Islam itu sendiri,” papar Bagnal menceritakan awal ketertarikan pada Islam.
Bagnal dibesarkan dalam keluarga yang menganut agama Kristen, tapi ia tidak lagi menjalankan ajaran Kristen sejak usia 15 tahun. Menurutnya, ajaran Kristen membuatnya bingung dan tidak logis. “Konsep Trinitas dan doktrin penebusan dosa sangat tidak masuk akal. Di Alkitab sendiri terdapat ayat-ayat yang kontradiksi dengan doktrin penebusan dosa itu,” ujar Bagnal.
Ketika mengambil mata kuliah Sejarah Islam, Bagnal bertemu dengan seorang Muslim bernama Mohammad Totah. Selain memiliki pengetahuan yang dalam tentang Al-Qur'an, Totah juga paham isi Alkitab dan memiliki wawasan yang luas tentang agama Islam, Kristen, dan Yahudi.
“Kami banyak berdiskusi tentang perbandingan ketiga agama itu. Saya juga melakukan riset sendiri dan saya menemukan bahwa ajaran Kristen banyak yang bertentangan dengan isi Alkitabnya. Saya banyak belajar bahwa banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang sebenarnya juga mendukung Islam,” kata Bagnal.
Ia melanjutkan, “Satu hal yang juga saya temui di Injil Barnabas, dalam injil disebutkan tentang kedatangan Muhammad (SAW). Tapi injil ini dihapus dari Alkitab.”
“Tentang Al-Qur'an. Saya menilai Al-Qur'an lebih simpel dan mudah dipahami. Islam sendiri sangat simpel, tidak bertele-tele, dan tidak ada doktrin-doktrin yang membingungkan. Islam tidak mengajarkan keyakinan buta seperti dalam ajaran Kristen,” tukas Bagnal.
Ia mengungkapkan, semakin banyak ia mempelajari Islam, ia semakin menyadari bahwa agama Islam lebih logis dibandingkan ajaran Kristen yang pernah ia ketahui. “Saya bahkan lebih banyak tahu tentang Alkitab dan kekristenan sejak saya masuk Islam dibandingkan ketika saya masih seorang Kristiani,” aku Bagnal.
“Sekarang, sebagai seorang Muslim, saya merasa lebih dekat dengan Tuhan. Saya mempelajari bagaimana agama-agama dibangun dan disebarkan ke seluruh dunia. Dan saya tahu, Barat menggambarkan Islam sebagai agama yang eksotis dari belahan timur. Tapi semua nabi-nabi mengajarkan hal yang sama, yaitu penyerahan diri dan kepatuhan pada Tuhan,” papar Bagnal.
Bagnal terkadang merasa frustasi melihat bagaimana media massa selalu memberikan gambaran yang negatif tentang Islam. “Saya tahu ada konflik dan kekerasan di beberapa belahan dunia Islam, tapi konflik-konflik itu tidak lebih bermotifkan politik saja,” tuturnya.
Sebagai orang yang baru masuk Islam, Bagnal mengakui agak berat untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Islam, apalagi ia tinggal di AS dan media massa di negaranya selalu mengedepankan stereotipe yang buruk tentang Islam. “Tapi itu bukan masalah besar buat saya, karena saya lebih banyak menghabiskan waktu di studio. Saya juga banyak mendapatkan pertanyaan berkaitan dengan situasi politik dan budaya Timur Tengah dan saya harus menjelaskan pada mereka perbedaan antara Islam, ideologi politik, dan praktek-praktek budaya,” ujar Bagnal.
“Timur Tengah jelas menjadi jantung dunia Islam. Yang mengecewakan, media Barat membuat stereotipe bahwa orang Islam pastilah orang Timur Tengah, padahal Muslim tersebar di seluruh dunia. Saya pikir ada nuansa rasial dalam stereotipe itu, Barat harus mengetahui fakta bahwa Kristen dan Yahudi juga berasal dari Timur Tengah, seperti halnya Islam,” sambung Bagnal.
“Pendek kata, saya memilih Islam sederhana saja, karena saya mengakuinya sebagai agama yang asli dari Tuhan. Islam itu sederhana, tidak bertele-tele, dan tidak membingungkan saya. Saya mencintai Islam, karena mengajarkan persatuan bagi seluruh pemeluknya. Islam membantu saya untuk menjadi orang yang lebih baik,” tandas Bagnal.
Menurut Bagnal, ia merasa nyaman menjalankan ajaran Islam. Islam membantunya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, bagaimana menghadapi stres dan mengatasi persoalan hidup. Bagnal berharap masyarakat Barat memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang dunia Islam, tentang agama Islam yang sebenarnya dan tidak hanya mendengarkan hal-hal negatif tentang Islam yang digambarkan media massa.
“Semoga cerita saya ini menginspirasi mereka yang berminat dengan agama Islam dan ingin mempelajari agama Islam lebih dalam,” harap Bagal.
Dari eramuslim.com
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Kamaruddin sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.