QS. At-Taubah 9 : 129 : "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung."
Alamat Akun
http://sylvia-nurhadi.kotasantri.com
Bergabung
12 Februari 2009 pukul 13:00 WIB
Domisili
Jakarta Selatan - DKI Jakarta
Pekerjaan
Ibu RT merangkap Mahasiswi
Saya dilahirkan 48 tahun yang lalu sebagai anak ke 3 dari 8 bersaudara. Sebagai anak tentara saya sering berpindah-pindah tempat tinggal. Saya menyelesaikan sekolah dasar di SD Besuki Jakarta, pendidikan menengah pertama di Sekolah Indonesia Kuala-Lumpur (SIK), Malaysia sementara SMA saya selesaikan di SMA 5 Bandung. Usai menempuh pendidikan tinggi …
http://vienmuhadi.wordpress.com
Tulisan Sylvia Lainnya
Anak Angkat dan Kedudukannya dalam Islam
3 April 2010 pukul 18:55 WIB
Mengenal Bangsa Yahudi dan Asal Usulnya
27 Maret 2010 pukul 20:50 WIB
Peran Agama dalam Keluarga
20 Februari 2010 pukul 17:18 WIB
Makna Bacaan dalam Shalat
17 Februari 2010 pukul 18:55 WIB
Pelangi
Pelangi » Risalah

Rabu, 7 April 2010 pukul 18:12 WIB

Urgensi Mematuhi Hadits

Penulis : Sylvia Nurhadi

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah [9] : 71).

Bila isi Al-Qur’an kita perhatikan lebih seksama, akan kita dapati bahwa perintah untuk taat kepada Allah dan RasulNya tidak hanya sekali dua kali saja. Meskipun sesungguhnya untuk mentaati panggilan dan perintah tidak harus menunggu hingga berkali-kali.

Sepintas perintah ini tidak terlihat istimewa. Paling tidak ketika perintah taat kepada Allah disandingkan dengan perintah ketaatan kepada Rasul. Namun dalam kenyataannya, terbukti saat ini banyak umat Islam yang tidak menjalankan perintah tersebut. Dalam arti, mereka merasa yakin bahwa taat hanya kepada Allah tanpa perlu mentaati hadits sudahlah lebih dari cukup!

Bila kita tengok sejarah sedikit ke belakang, hal ini sebenarnya bukan fenomena baru. Adalah kaum Khawarij. Kaum ini resmi tercatat sebagai golongan yang pertama kali menafi’kan perintah Rasulullah secara terang-terangan.

Cikal bakal mereka telah terlihat sejak jaman Rasulullah masih hidup. Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri. Ia menceritakan, suatu saat ketika Rasulullah sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, datang Dzul Khuwaisirah, seorang dari Bani Tamim. Ia berkata memprotes, “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah bersabda, “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”

Maka tak lama kemudian turunlah ayat, ”Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah : Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.“ (QS. Al-Anfaal [8] : 1).

Sementara itu, Umar bin Al-Khathab yang memang dikenal sebagai sosok yang keras dan temperamen pun segera bereaksi, “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya!” Namun dengan sabar Rasulullah menjawab, “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al-Qur’an, namun tidaklah melewati kerongkongan mereka.”

Hadits di atas secara tidak langsung menerangkan bahwa suatu ketika nanti orang yang memprotes kebijaksanaan Rasul tersebut akan memiliki pengikut dengan ciri-ciri rajin shalat, puasa, dan bahkan membaca Al-Qur'anul Karim. Namun sayang, mereka tidak mau mematuhi perintah dan hukum yang dikeluarkan Rasulullah kecuali bila sesuai dengan kehendak mereka.

”Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan RasulNya berlaku szalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. An-Nuur [24] : 48-50).

Mereka ini bahkan juga dengan sangat mudahnya mengkafirkan orang yang pandangannya tidak sama dengan pandangan golongan mereka. Kelompok semacam ini di kemudian hari semakin banyak terpecah, di antaranya yaitu kelompok Ingkar Sunnah (kaum yang tidak mau berpegang pada hadits). Padahal Rasulullah bersabda yang juga dikuatkan dengan firman Allah bahwa umat Islam harus bersatu, saling tolong menolong, saling menutupi kesalahan serta kekurangan tiap kelompok yang mentaati Allah dan RasulNya.

Hadits memang banyak, baik jumlah maupun ragamnya. Hadits dengan isi/matan yang mirip seringkali pula lebih dari satu. Ada yang shaheh, hasan, dan dha’if. Sepintas kadang orang awam merasa terjadi perbedaan. Banyak penyebabnya. Di antaranya adalah perbedaan cara pandang, tingkat kemampuan menganalisa hadits, dan juga situasi serta kondisi dimana hadits terjadi. Perbedaan inilah yang dimaksud Rasulullah tidak boleh menjadi penyebab keretakan umat. Mustinya setiap terjadi perbedaan pandangan dalam menganalisa hadits harus dikembalikan kepada Al-Qur'an.

Sebaliknya, bagi orang yang merasa cukup mentaati ayat Al-Qur'an saja tanpa perlu mentaati Rasul dan haditsnya, ini akan memancing kemurkaan Allah SWT.

”Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa’ [4] : 80).

Para Rasul adalah manusia pilihan. Mereka maksum artinya bebas dari perbuatan dosa dan salah. Ini karena Allah SWT memang senantiasa menjaga mereka dari bisikan dan gangguan syaitan. Bila suatu ketika mereka berbuat kesalahan, Allah SWT segera menegur mereka. Sebaliknya, bila Allah SWT tidak menegur apa yang diperbuat atau dikatakan para Rasul, berarti Allah ridha’. Berarti kita juga harus ridha’ dan mematuhi apa yang dicontohkan Rasul. Jadi jelas, ketaatan kita kepada Rasul adalah dalam rangka ketaatan kepada Sang Khalik. Bukan ketaatan yang membabi buta. Apalagi jika hingga mengkultuskan dan menjadikan Rasul seperti Tuhan sebagaimana ahli kitab menuhankan Isa AS, tentu saja hal ini berdosa.

Berikut adalah ayat Al-Qur'an yang berisi teguran kepada Rasulullah SAW, ”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi kecuali (dengan menyebut) “Insya-Allah“. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah : Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini." (QS. Al-Kahfi [18] : 23-24).

Ayat ini turun beberapa hari setelah Rasulullah bertemu dengan beberapa orang Yahudi yang datang kepada Rasul khusus untuk menanyakan persoalan seputar keberadaan para penghuni gua Al-Kahfi. Saat itu Rasul menjawab bahwa beliau akan menjawab pertanyaan mereka ”besok” tanpa mengatakan ”Insya Allah” dengan harapan dan keyakinan tentu Allah besok akan memberi jawaban. Walaupun ketika beliau mengatakan hal tersebut beliau tidak mempunyai maksud hendak mendahului kehendakNya.

Namun ternyata hingga beberapa hari kemudian Rasul tidak mendapat jawaban hingga orang-orang Yahudi pun mulai mencemooh dan mentertawakan beliau. Dapat dibayangkan betapa risau dan sedihnya hati Rasulullah. Rasul segera bertobat dan memohon ampunan atas segala kesalahan dan khilaf. Maka turunlah ayat di atas.

Sebagai manusia biasa, suatu ketika Rasul juga penah khilaf, namun Allah segera menegur dengan turunnya ayat, ”Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya.” (QS. Abasa [80] : 1-2).

Ini terjadi ketika Rasul sedang menerangkan ajaran Islam yang diembannya kepada para pembesar Quraisy. Harapannya begitu besar agar para pembesar tersebut mau menerima dan memeluk Islam. Namun tiba-tiba datang seorang lelaki tuna netra menanyakan sesuatu tentang ajaran Islam kepada Rasul. Saat itulah Rasul merasa terganggu hingga tanpa terasa raut wajah beliau berubah menjadi masam. Maka Allah pun segera menegur melalui ayat di atas dan ayat-ayat yang mengikutinya.

”Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.” (QS. Abasa [80] : 3-11).

Sesungguhnya teguran yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah merupakan bukti bahwa Allah tidak saja hanya mencintai Rasul, namun juga kepada umatNya. Karena dengan adanya teguran tersebut, maka Rasul pun menjadi maksum. Maka dengan demikian, tidak ada alasan bagi umat untuk tidak mempercayai apalagi tidak mau mentaatinya.

Sebagai bukti kecintaan Allah yang begitu besar kepada sang kekasih, malah bukan saja kita dilarang menyakiti hati beliau, bahkan mengeraskan suara lebih dari suara beliau pun dilarang!

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat [49] : 1-2).

”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan." (QS. Al-Ahzab [33] : 57).

”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan RasulNya, dan janganlah kamu berpaling daripadaNya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahNya) dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata : Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan." (QS. Al-Anfal [8] : 20-21).

Bagi orang yang mau berpikir, sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau mengimani hadits. Bukankah shalat, baik gerakan, jumlah rakaat, maupun jumlah shalat dalam sehari pun haditslah yang menerangkannnya, bukan ayat Al-Qur'an. Karena fungsi hadits memang melengkapi Al-Qur'an, menerangkan, dan memerinci apa yang tidak diterangkan Al-Qur'an secara detil. Kita dilarang memilah dan memisahkan mana hadits yang kita sukai dan mana yang tidak kita sukai. Semua wajib diimani sepanjang para ulama salaf meyakininya sebagai hadits shahih ataupun hasan. Dan yang lebih penting lagi, tentu saja selama isi hadits tidak bertentangan dengan ayat Al-Qur'an. Termasuk juga hadits yang menerangkan bahwa sebagian besar penghuni neraka kelak adalah perempuan karena mereka mengalami haid!

Mengapa demikian? Bukankah haid adalah fitrah perempuan? Ya, namun ini tidak berarti bahwa ketika haid kaum perempuan dilarang berdzikir mengingat kebesaran Allah, dilarang beramal ibadah dan mengerjakan berbagai amalan sosial lainnya yang dapat mendatangkan pahala dan meringankan dosa. Haid bukanlah penghalang kaum hawa dari rahmat Allah. Ini adalah ujian dariNya di samping banyaknya hikmah yang ada di dalamnya. Apalagi bila kaum hawa hanya sibuk menggunjing dan terus mempertanyakan keberadaan mereka sebagai perempuan yang merasa bahwa Sang Khalik tidak adil terhadap mereka. Mereka yang tidak kunjung puas terhadap berbagai ketentuan Allah seperti hak waris, ketaatan kepada suami, kebolehan suami berpoligami bila mampu, haid, melahirkan, menyusui, mendidik anak, dan sebagainya. Inilah kesalahan kaum hawa terbesar yang harus segera diperbaiki bila tidak ingin menjadi penghuni neraka.

Na’udzubillah min dzalik.

http://vienmuhadi.wordpress.com

Suka

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Sylvia Nurhadi sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

Dede Wahyudin | Karyawan Swasta
Syukron... Akhirnya saya bisa menemukan media penyejuk hati. Saya senang sekali. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan keislaman saya Aamiin. Keep istiqomah dan salam ukhuwah.
KotaSantri.com © 2002 - 2025
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.1212 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels