QS. Al-Hujuraat : 13 : "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
|
http://twitter.com/bayugawtama |
Sabtu, 13 Juli 2013 pukul 20:20 WIB
Penulis : Bayu Gawtama
Tiada hari yang tak dilaluinya dengan berkeliling kampung. Seluruh sudut Kelurahan Semper Barat, bahkan Kecamatan Cilincing ia sambangi. Hampir semua pintu pernah diketuknya, sekadar melihat adakah balita-balita yang belum pernah ke Posyandu. Seketika mulutnya mengeluarkan kata-kata yang orang bilang "cerewet", namun tak pernah ada yang berani memprotesnya. Sebab cerewetnya Bu Roso, panggilan akrab kader Posyandu itu, justru untuk kebaikan mereka.
Suroso Sukarsih. Usianya hampir kepala enam, tubuhnya yang gempal tak menghalanginya untuk terus mendatangi rumah-rumah warga di lingkungannya. Terlebih jika sudah waktunya para balita harus ke Posyandu. Ia begitu gesit, bahkan ketika harus menyusuri gang-gang sempit, daerah kumuh dan bau di kawasan Cilincing itu. Bu Roso, kadang harus menjemput langsung para balita yang ibunya malas atau tak mau membawa balitanya ke Posyandu.
"Saya nggak pinter, saya juga nggak punya apa-apa. Tapi saya bisa melakukan ini untuk membantu warga di sini," ujar Bu Roso tentang semangatnya yang tak pernah kendur melayani warga Cilincing, Jakarta Utara.
Bu Roso bukan ketua RT, bukan Ketua RW, terlebih Lurah. Tetapi ia lebih dihormati, disenangi, dan didengar ucapannya dibanding para pejabat lokal itu. Sepanjang jalan yang disusuri, tak terbilang orang yang mengenal dan menyapanya dengan hormat. Tak hanya kaum ibu, bahkan preman dan pemuda pinggir jalan pun menyapanya sopan.
Tak hanya urusan balita yang digarapnya. Ia pun memimpin segenap kader Posyandu di lingkungannya untuk menjadi relawan TBC. Kini, kesibukannya semakin bertambah untuk mengurusi warga yang mengidap TBC. Tak heran beberapa media yang ingin mendapatkan banyak informasi dan data tentang kasus gizi buruk dan TBC di Cilincing pun langsung menghubunginya. Beberapa LSM pun pernah menjadikannya mitra kerja, meski Bu Roso akan sangat selektif dengan LSM. "Asal tak pasang bendera partai, dan tak berlatar belakang agama, saya mau membantu," tegasnya.
Tak mudah untuk menjadi seorang seperti Bu Roso. Ia melakukan semua itu bukan baru kemarin. Puluhan tahun sudah ia berjuang, berkeliling kampung berbagi peduli terhadap sesama. Dan ia melakoninya dengan cinta, satu tingkat di atas kepedulian.
Siapapun mau bekerja sama dengannnya, tak hanya para kader Posyandu. Bahkan para Ketua RT, dan kaum lelaki di wilayah itupun mau membantunya. Semua ibu yang punya balita 'patuh' padanya. Banyak pemuda yang segan terhadapnya. Setiap hendak membuat satu acara, Bu Roso tinggal meminta bantuan para pemuda itu untuk mendermakan tenaganya untuk hal-hal teknis.
Sosoknya amat sederhana, tetapi ia punya wibawa dan kharisma yang luar biasa di wilayah itu. Kata-katanya selalu didengar warga, tak heran banyak Ketua RW dan bahkan Lurah pun "cemburu" karena mereka tak sebegitu dicintai warganya seperti para warga mencintai Bu Roso.
Ini sebuah pelajaran penting buat kita. Ketika di rumah sendiri ucapan ini sering tak digubris oleh anak dan keluarga sendiri di rumah, bagaimana mungkin kita memiliki izzah di luar? Bu Roso tak punya masalah demikian, karena ucapan-ucapannya pun sangat diperhatikan oleh warga setempat.
Dan satu lagi. Kalau saja seorang Bu Roso di usianya yang cukup tua masih bersemangat untuk terus peduli dan berbagi, bagaimana dengan kita? Adakah semangat yang sama kita miliki? Padahal setiap kita selalu punya kesempatan untuk peduli dengan cara dan kemampuan kita sendiri. Sungguh, Bu Roso telah memberi kita satu pelajaran berharga tentang hakikat kepedulian.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Bayu Gawtama sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.