HR. At-Tirmidzi : "Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada Engkau dari hati yang tidak pernah tunduk, dari do'a yang tidak didengar, dari jiwa (nafsu) yang tidak pernah merasa puas, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat."
|
![]() |
http://hifizahn.multiply.com |
Sabtu, 3 Desember 2011 pukul 10:00 WIB
Penulis : Hifizah Nur
Secara kognitif, anak saya sudah lebih berkembang lagi. Saat ini, sudah mulai bisa menghubungkan sebab-akibat. Kalau saya memberikan alasan bila melarangnya dari berbuat sesuatu, dia bisa mengerti. Juga kalau dia meminta sesuatu, terus saya tolak, biasanya dia terus 'keukeuh' meminta dengan mengajukan cara atau alasan yang lain. Di sisi lain, anak saya juga belajar menguatkan alasan yang logis untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Juga makin pintar beralasan kalau sedang tidak ingin melakukan sesuatu yang diminta ibunya.
Memang saya selalu berusaha untuk mengajak anak-anak berdialog tentang hal apapun. Mulai dari memilih baju yang akan dipakai sampai mengemukakan alasan-alasan mengapa saya melarang dia berbuat sesuatu, karena saya merasa ini penting untuk meningkatkan perkembangan kognitifnya dan rasa percaya dirinya. Saya berharap, dengan cara ini saya bisa mengajarkannya untuk memutuskan sesuatu, mulai dari hal-hal yang kecil. Dan saya juga berharap, dengan cara ini dia bisa mengontrol lingkungannya, bukan sebaliknya.
Menurut para ahli psikologi, kemampuan untuk mengontrol lingkungan ini penting dalam mempengaruhi kepercayaan diri seorang anak, terutama bila dia mulai beranjak remaja. Banyak anak-anak yang terpengaruh dengan keburukan teman-temannya hanya karena takut tidak akan diterima oleh lingkungan bila ia menolak. Kasus-kasus merokok, narkoba, dan seks bebas yang banyak terjadi di lingkungan remaja sekarang sangat besar dipengaruhi oleh pergaulan. Awalnya melihat teman, terus diajak, terus diejek kalau tidak mau, akhirnya kejadian deh. Kemampuan untuk memutuskan sesuatu secara mandiri ini penting agar ia sadar bahwa ia bisa melakukan sesuatu karena keinginan sendiri, bukan karena pengaruh orang lain.
Semoga usaha-usaha kecil saya selama mendidik anak-anak, bisa memenuhi semua tujuan itu. Apalagi bila anak-anak harus hidup di tengah lingkungan yang tidak Islami seperti di Jepang ini. Pilihannya sangatlah terbatas. Lingkungan Islami mungkin tidak bisa sering ia rasakan. Oleh karena itu, membangun karakter yang kuat adalah tugas saya sebagai orangtua.
Saya tidak ingin memaksakan kehendak saya, kecuali dalam kondisi khusus yang benar-benar mendesak. Tapi saya selalu meminta maaf bila hal ini saya lakukan, dan saya kemukakan alasannya. Saya akui ini memang berat, terutama bila saya harus berhadapan dengan ego saya sendiri. Dan lebih berat lagi bila ketika emosi saya dalam kondisi yang tidak stabil dan harus berhadapan dengan ego seorang anak.
Seperti kejadian beberapa waktu yang lalu. Tidak perlu saya sebutkan apa kejadiannya. Tetapi saat itu saya cukup marah dengan apa yang dilakukan anak saya. Dan perlu waktu untuk mengalahkan emosi itu agar tidak meledak dan keluar dengan cara yang menyalahkan prinsip saya sebagai seorang pendidik. Alhamdulillah, Allah masih menjaga saya dari melakukan hal-hal buruk kepada si kecil. Setelah amarah saya mereda, baru saya jelaskan dengan lembut, mengapa saya marah dan bagaimana seharusnya sang anak berbuat terhadap kesalahannya.
Pekerjaan yang sulit itu adalah mengontrol emosi. Kalau untuk saya sendiri biasanya, kemampuan ini berbanding lurus dengan kualitas dan kuantitas ibadah saya sehari-hari. Ketenangan saya dalam menghadapi anak-anak berbanding lurus dengan keharmonisan hubungan saya dengan Sang Khaliq. Dan saya berusaha untuk mempertahankan hal ini, agar saya bisa mendidik anak-anak saya dengan baik, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Wallahu a'lam.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Hifizah Nur sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.