HR. Muslim : "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada sosokmu dan hartamu, tetapi Dia akan melihat kepada hatimu dan amalanmu."
Alamat Akun
http://kopiradix.kotasantri.com
Bergabung
1 Mei 2009 pukul 23:11 WIB
Domisili
Jakarta Selatan - DKI Jakarta
Pekerjaan
Mahasiswa
Tulisan Muhammad Lainnya
Tuntutan Pengemis
18 November 2013 pukul 17:00 WIB
Pertaubatan di Pinggir Danau
10 November 2013 pukul 22:00 WIB
Kita dan Rasa Malu
1 November 2013 pukul 21:00 WIB
Menjaga Kemuliaan Diri dengan Nafkah yang Halal
23 Oktober 2013 pukul 19:00 WIB
Bangunan Tinggi
11 Oktober 2013 pukul 21:00 WIB
Pelangi
Pelangi » Risalah

Rabu, 20 November 2013 pukul 19:00 WIB

Bencana dan Interaksi Energi

Penulis : Muhammad Nahar

Beragam pendapat tentang bencana mewarnai hari-hari kita belakangan ini. Mulai dari pendapat yang mengatasnamakan agama dengan mengutip dalil-dalil kitab suci sampai yang materialistik murni. Ada pihak yang mengatakan bahwa Tuhan menghukum manusia karena dosa-dosa mereka dengan adanya bencana-bencana ini. Ada pula yang berpendapat bahwa semua ini hanyalah kebetulan semata. Tidak ada hubungan sama sekali dengan dosa dan kesalahan manusia.

Sebagaimana banyak orang, terutama yang tak bertuhan, yang berpendapat bahwa alam semesta ini terjadi secara kebetulan. Jarang sekali ada orang yang menyadari adanya interaksi energi di dalam kehidupan. Manusia pada umumnya menganggap dirinya sebagai entitas yang terpisah dari alam dan manusia lainnya. Erich Fromm menyebut fenomena tersebut sebagi keterasingan atau “alienation”.

Secara materi, manusia memang terpisah dari lingkungannya, namun sebagai entitas energi, dia tidak terpisahkan sama sekali. Manusia adalah bagian dari energi yang saling berinteraksi dalam bentuk vibrasi atau getaran. Sebagaimana energi alam mempengaruhi manusia, manusiapun mampu mempengaruhi energi alam melalui semua perbuatan tangannya.

Manusia telah mengubah wajah dunia sedemikian rupa selama ratusan bahkan ribuan tahun. Bangunan-bangunan megah dan besar didirikan di berbagai tempat di muka bumi ini. Sebagian bangunan itu hanya diperuntukkan bagi kesenangan dan kebanggaan semata. Mulai dari istana megah tempat tinggal para penguasa zalim, piramida raksasa yang hanya digunakan untuk menguburkan jasad sang Fir'aun, sampai dengan mall-mall megah di kota besar. Semua itu adalah perangkap energi yang menyebabkan vibrasi energi menjadi terhambat. Bumi yang semakin tua semakin dibebani beban yang makin berat.

Sementara itu, banyak gunung-gunung yang diledakkan dan diambil batu-batunya untuk dibuat jalan dan bangunan. Saat saya dan beberapa teman relawan berkunjung ke suatu daerah miskin yang terletak tidak jauh dari Jakarta, seorang relawan lokal bercerita tentang keadaan gunung-gunung di sana. Kata relawan lokal tersebut, kira-kira lima tahun lagi gunung-gunung itu akan habis karena terus menerus diambil bebatuannya. Padahal, gunung-gunung adalah pasak-pasak yang menopang permukaan bumi hingga bisa stabil dan nyaman untuk ditinggali makhluk hidup.

Wajah bumipun semakin lama semakin berubah, jauh dari saat dia pertama kali diciptakan. Dan perubahan pada wajah bumi itu tentu mempengaruhi keseimbangan energinya hingga makin rentan terhadap bencana alam. Mungkin, sekali lagi mungkin, rumah tempat tinggal kita berdiri di atas batu-batu gunung tadi. Batu-batu yang seharusnya tetap menjadi penopang bagi keseimbangan materi dan energi bumi tercinta ini.

Setiap kali manusia berbuat kebaikan, maka kebaikan itu akan tersimpan dalam bentuk energi positif. Apabila perbuatan yang dilakukan sebaliknya, maka diapun akan tersimpan dalam bentuk energi negatif. Kedua macam energi itu bisa mencair dan kembali pada pemiliknya. Energi positif dalam bentuk 4TA (harta, tahta, kata, dan cinta) dan energi negatif dalam bentuk bencana dan kemalangan.

Kita tidak tahu pasti apa sajakah yang pernah terjadi di wilayah bencana tersebut. Bisa jadi banyak orang yang menabung energi negatif karena menzalimi sesama dan alam semesta. Sehingga, atas izin Allah SWT, terjadilah pencairan banyak energi negatif sekaligus dalam bentuk bencana. Kita tentu telah mengetahui bahwa kezaliman telah terjadi hampir di seluruh tempat di muka bumi ini. Ditambah lagi dengan ketidakpedulian orang pada sesama manusia. Mereka yang berbuat maksiat, zalim, dan jahat dibiarkan saja, yang penting tidak mengganggu saya.

Sesungguhnya, dalam setiap kemaksiatan akan selalu ada pihak yang terzalimi. Ada orangtua yang prihatin pada anak-anaknya kecanduan narkotika atau minuman keras yang dijual bebas. Ada guru atau pendidik yang kesulitan mendidik dan mengajar anak didiknya karena mereka enggan belajar. Ada istri yang suaminya berselingkuh atau lebih suka jajan di tempat-tempat pelacuran, dan sebagainya. Semua itu membuat pencairan energi negatif bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Mulai dari kecelakaan kecil yang hanya menyebabkan sedikit korban terluka hingga bencana masif yang menelan ratusan atau bahkan ribuan korban jiwa. Sehingga, pesan Ebiet dalam lagunya sangat penting untuk kita simak dan ambil hikmahnya, “Yang terbaik hanyalah, segeralah bersujud mumpung kita masih diberi waktu.“

Allah SWT tidak ingin kita mengeluh dan merintih, namun Dia ingin agar kita memaksimalkan apapun yang dianugerahkan kepada kita agar kita bangkit dan berprestasi. Semua yang menjadi kehendak-Nya adalah pendidikan bagi kita semua. Sebagimana kata Rabb menurunkan kata-kata Tarbiyah atau pendidikan, Murabbi atau pendidik, dan Mutarabbi atau peserta didik.

Akal memang tidak selalu bisa mencari penyebab dari semua ini, karena akal yang menuntut untuk dipuaskan adalah akal yang diperbudak ego dan hawa nafsu. Akal yang sehat adalah akal yang selalu mencari hikmah di balik setiap peristiwa dan memanfaatkan peristiwa-peristiwa itu demi kebaikan sesama dan pengembangan diri yang optimal. Akal yang diterangi cahaya nurani yang jernih bersumber dari hati yang selalu berbaik sangka atau khusnudzan kepadaNya.

Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. Al-Baqarah : 32).

Suka

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Muhammad Nahar sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

Eko Prasetyo | Editor Bahasa
Tulisan-tulisan di KotaSantri.com bagus dan sering dijadikan acuan oleh banyak pembaca. Saya memahaminya karena kebetulan juga berkecimpung di media serta punya banyak teman pembaca KotaSantri.com.
KotaSantri.com © 2002 - 2024
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.1230 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels