HR. At-Tirmidzi : "Pena (takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering, apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran, kelapangan bersama kesempitan, dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan."
|
Rabu, 21 Agustus 2013 pukul 21:00 WIB
Penulis : Rifki
Di akhir tahun 2008, akhirnya saya bisa mendapatkan sepeda motor baru yang katanya adalah “motornya lelaki”. Bukan tunai, melainkan kredit.
Setahun kemudian, saya mengganti ban belakang dengan ban tubles, karena berdasarkan pengalaman, lumayan cape dorong kalau ban bocor tertusuk paku atau benda kecil dan tajam di jalan. Selain itu, saya juga menambahkan sebuah box yang dipasang di belakang.
Tapi box itu sekarang sudah tidak lagi terpasang. Rangkanya patah ketika saya mengalami kecelakaan tertimpa batang pohon yang tumbang di akhir tahun 2010.
Lalu apa hubungannya dengan telor?
Selain berguna untuk menyimpan barang bawaan ke kantor seperti tas, laptop, sepatu, dan barang-barang lainnya, box tersebut juga sangat berguna untuk menyimpan barang belanjaan dari pasar.
Emangnya saya suka belanja ke pasar?
Sebenarnya, saya paling malas yang namanya belanja ke pasar tradisional. Bukan karena tempatnya yang kurang nyaman atau kurang bersih. Melainkan saya tidak bisa menawar dan tidak bisa memilih buah-buahan yang berkwalitas bagus. Jadi kalau saya diminta oleh ibu saya pergi ke pasar tradisional untuk membeli buah-buahan, pasti saya menolak. Saya akan menawarkan bagaimana kalau saya membeli buah-buahan di mini market.
Tapi, pada suatu masa, akhirnya saya mau berbelanja ke pasar tradisonal. Minimal sebulan sekali saya akan pergi ke pasar tradisional untuk membeli kebutuhan dapur. Bawang merah, bawang putih, cabe, daging, ayam, udang, telor, dan sebagainya.
Suatu pagi di hari libur, saya berangkat ke pasar untuk membeli keperluan dapur seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Setelah semua barang yang saya butuhkan terbeli, sayapun memasukkannya ke dalam box sepeda motor. Semuanya, termasuk telor sebanyak setengah atau satu kilo. Lalu kembali pulang ke rumah.
Dalam perjalanan, ada perasaan yang sulit saya utarakan terhadap barang belanjaan saya di dalam box.
Jangan-jangan, jangan-jangan.
Akhirnya, sayapun tiba di depan rumah. Alangkah terkejutnya saya ketika saya membuka box sepeda motor. Telor yang saya bawa dari pasar ternyata banyak yang pecah dan hanya menyisakan beberapa butir.
***
Terkadang, kita melihat kawan, tetangga, atau bahkan orang lain begitu bahagia dengan apa yang mereka dapatkan dan lakukan. Lantas, diripun mencoba untuk melakukan hal yang sama dengan harapan akan merasakan kebahagiaan yang sama dengan mereka.
Sepertinya tak ada masalah jika termotivasi dengan apa yang telah diraih oleh orang lain. Masalah baru akan muncul jika diri hanya bisa iri dan dengki dengan apa yang diraih oleh orang lain, merasa susah dengan di atas kesenangan orang lain.
Namun demikian, jika apa yang kita usahakan tidak mendatangkan hasil seperti yang diharapkan sebelumnya, mungkin ada sesuatu yang menjadi pembeda antara diri dengan orang lain tersebut. Mungkin diri belum ditakdirkan untuk mendapatkan yang sama seperti orang yang kita jadikan acuan. Mungkin kondisi diri tidak cocok dengan kondisi yang diharapkan, tidak seperti kondisi yang terjadi pada diri orang lain.
Daging, ayam, bumbu dapur, buah, sayuran, mungkin akan aman jika disimpan di dalam box sepeda motor meski jalan yang dilalui tidak mulus. Tetapi, box sepeda motor tidak cocok untuk menyimpan telor. Jika dipaksakan, telor itu akan pecah.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Rifki sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.