QS. Al-'Ankabuut : 64 : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui."
|
http://dik2.multiply.com | |
andhika.ramdhan | |
ramadhan_adhi | |
andhika.ramdhan@gmail.com | |
andhika.ramdhan@gmail.com | |
http://twitter.com/AndhikaRamdhan |
Sabtu, 23 Mei 2009 pukul 16:09 WIB
Penulis : Dikdik Andhika Ramdhan
Dia hanya tersenyum dan menggelengkan kepala ketika aku melemparkan sebuah pertanyaan kepadanya, "Berjuang untuk mengalah?"
Pagi hari, di salah satu jalan menuju pusat kota Jakarta seakan terasa hening. Lalu lalang kendaraan yang biasanya menyemut di sana-sini, kini seakan hilang dan diam. Matahari pagi yang mulai menggeliat menampakkan warnanya di balik kepulan awan, kini semakin membimbing hari untuk meninggalkan pagi.
"Ini memang kondisinya yang sepert ini, akh, dimana saya harus bisa memposisikan diri seperti ketika saat-saat sebelumnya. Saat ini mau tidak mau posisi saya memang menjadi satu-satunya yang berjuang untuk bisa menafkahi keluarga di sana," ujarnya saat itu.
Dia, seorang teman yang telah lebih dari 5 tahun aku kenal itu, kini menghirup nafas panjang. Mungkin ada sesak dalam nafasnya. Namun seketika, justru sebuah senyum ketulusan yang aku temui daripadanya.
Sekitar enam bulan yang lalu, kondisi bapaknya sudah tidak memungkinkan lagi untuk bekerja lebih banyak. Saudara-saudara yang lainnya pun demikian tak beda. Predikat pendidikan yang lagi-lagi menjadikan mereka tidak mampu berbuat banyak selain bekerja serabutan di sana. Akhirnya, tentu seperti ungkapan dia tadi, dia yang harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
Tadinya, ketika kutanyakan kepadanya apakah kondisi itu sama halnya seperti dia yang berjuang hanya untuk mengalah, aku kira karena justru banyak keinginan dan cita-citanya yang terbengkalai untuk hal itu, dia akan menyambut dengan anggukan pasti. Tapi ternyata tidak.
"Berjuang untuk bisa menjadi jalan bahagia bagi keluarga, bukan berarti bahwa itu berjuang untuk mengalah, namun justru berjuang untuk menjadikan diri merasa lebih tenang dan merasakan hal yang lebih dari hanya sekedar bahagia."
"Coba bayangkan, ketika kita melihat raut-raut bahagia dari mereka, atau ketika kita merasakan rona-rona suka cita dari wajah mereka. Tentunya seakan hilang segala kekecewaan yang pernah terbayangkan," lanjutnya.
Ternyata memang betul, bukankah ketika kita mengejar begitu banyak cita-cita, maka terminal akhir dari segalanya adalah membuat mereka, orang-orang yang kita sayangi, merasakan bahagia? Untuk itu, ketika memang kebahagiaan itu lebih awal datang untuk mereka dengan harus mengesampingkan kebahagiaan bagi diri kita sendiri, itu hanya satu masalah kecil saja tentang waktu. Semua akan berjalan pada saat yang tepat, dengan pilihan Allah yang terbaik bagi kita.
Aku tersenyum, hari ini bertambah lagi kesyukuranku, sobat. Terima kasih untuk segalanya.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Dikdik Andhika Ramdhan sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.