Ali Bin Abi Thalib : "Hati orang bodoh terdapat pada lidahnya, sedangkan lidah orang berakal terdapat pada hatinya."
|
Ahad, 1 September 2013 pukul 22:22 WIB
Penulis : Rifki
“Jadi loe mau mengubah status dari sepasang sarung tangan menjadi sebuah teko dengan cangkirnya?”
“Maksud loe?”
“Barusan loe bilang ingin menikah lagi. Artinya loe mau poligami, kan? Itu yang gue maksud tentang mengubah status.”
“Iya. Gue mau poligami. Menikah lagi. Tapi gue nggak ngerti maksud loe tentang sarung tangan dan teko beserta cangkirnya itu.”
“Begini. Kondisi loe saat ini ibarat sepasang sarung tangan, yang kiri dan kanan. Diri loe yang laki-laki sebagai suami dan seorang perempuan sebagai istri. Itu artinya sepasang, kan? Seperti sarung tangan yang ada dua buah. Sementara kalau loe pengen nikah lagi, nggak cocok perumpamaan itu. Tapi lebih cocok dengan perumpamaan teko dengan cangkirnya. Sebab nggak mungkin loe punya satu sarung tangan yang kanan sementara yang kiri ada dua, tiga, atau empat. Siapa yang mau pake sarung tangan lainnya? Kecuali loe punya tangan sejumlah tiga, empat, atau lima!”
“Oooo… kalau begitu, gue jawab iya atas pertanyaan loe tadi tentang perubahan status dari sepasang sarung tangan menjadi sebuah teko dengan cangkir.”
“Anggaplah diri loe sekarang adalah sebuah teko. Apakah isi di dalam teko itu sudah bisa mengisi dua cangkir dengan penuh?”
“Maksud loe?”
“Yang gue tahu sampai saat ini dan gue yakini adalah bahwa teko itu sudah bisa mengisi penuh satu cangkir. Makanya kehidupan rumah tangga loe harmonis. Penuh asmara alias as-sakinah, al-mawaddah, dan ar-rahmah. Makanya pas loe bilang mau nikah lagi, gue tanya apakah teko itu bisa mengisi dua buah cangkir hingga sama-sama penuh?”
“Hmmm…”
“Masih bingung?”
“Ho oh!”
“Begini, adalah kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Kondisi itu gue gambarkan dengan sebuah teko yang bisa menuangkan isinya ke dalam sebuah cangkir hingga penuh. Jika demikian kondisinya, insya Allah rumah tangga akan aman dan nyaman. Nah, kalau loe sekarang mau nikah lagi, itu artinya loe harus menjadi teko yang cukup untuk mengisi dua buah cangkir hingga sama-sama penuh. Supaya adil. Kalau loe cuma bisa ngisi penuh satu cangkir sementara cangkir lainnya hanya separuh, itu nggak adil namanya. Pun demikian halnya jika loe mengisi kedua cangkir tersebut dengan jumlah yang sama banyak tetapi tidak sama penuh, nggak adil juga namanya. Sebab loe sudah mengurangi jatah untuk cangkir pertama yang lebih dahulu loe punya. Kalau loe udah paham sekarang, coba loe jawab pertanyaan gue, apa isi teko loe itu bisa mengisi dua buah cangkir hingga sama-sama penuh?”
“Hmmm….”
“Hahahahaha…!”
“Kenapa tertawa?”
“Loe nggak bisa langsung jawab. Jadi gue mikir loe belum yakin alias khawatir dengan kondisi teko itu. Saran gue, loe jangan berubah dulu dari sarung tangan menjadi teko. Kelak kalau loe udah mampu menjadi teko yang isinya mampu mengisi penuh dua, tiga, atau empat cangkir, silahkan poligami!”
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Rifki sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.