Ust. Aam Amiruddin : "Sesungguhnya sepercik kejujuran lebih berharga dari sebongkah cinta. Apa arti sebongkah cinta kalau dibangun di atas kebohongan? Pasti rapuh bukan? Betapa indahnya apabila kejujuran dan cinta ada pada diri seseorang. Beruntunglah Anda yang memiliki kejujuran dan ketulusan cinta."
|
Ahad, 3 Februari 2013 pukul 13:00 WIB
Penulis : Fithriyah Abubakar
Pada suatu ketika, tersebutlah sebuah kerajaan besar yang bernama Superkulon. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang haus kekuasaan, yaitu All Karsa. Dalam menjalankan pemerintahan, All Karsa yang grusa-grusu dan tidak seberapa cerdas ini sangat bergantung kepada penasehat kerajaannya, Smart Sulicik, yang sangat cerdik dan penuh pertimbangan dalam menjalankan segala tindakan.
Cita-cita All Karsa adalah menjadikan Superkulon sebagai kerajaan yang terbesar dan terkuat di bumi ini, sehingga menaklukkan dan menjajah kerajaan-kerajaan lain yang tidak mengakuinya, adalah pekerjaannya sehari-hari. Hal ini berlangsung beberapa saat lamanya, hingga tibalah waktu itu. Waktu di mana All Karsa mendengar adanya kerajaan baru di daerah timur yang terkenal dengan kemakmuran dan kebudayaannya, yaitu Adiluhung.
Mendengar kabar ini, All Karsa sangat panik dan marah. “Serbu, habiskan Adiluhung sekarang juga! Jangan biarkan ada yang tersisa!” perintahnya dengan suara berapi-api.
“Maaf, Paduka, bolehkah saya berbicara?” sela Smart Sulicik (SS), ketika panglima kerajaan beranjak untuk menindaklanjuti titah All Karsa (AK).
AK : “What’s up? Bicaralah segera, Sulicik! Panglima, tunggu dulu! Aku ingin dengar kata-katanya!”
SS : “Bagaimana kalau Adiluhung kita beri hadiah saja, Paduka, jangan diserang?”
AK : “Whaattt! Are you out of your mind? Bicara yang benar atau pergi dari hadapanku sekarang juga, Sul.” Wajahnya merah padam menahan marah.
SS : “Pad, saya minta ijin untuk bicara berdua saja.”
AK : “OK, semuanya, tinggalkan saya berdua dengan Smart, cepat!”
***
Singkat cerita, Smart berhasil meyakinkan Karsa, seperti biasa, dan berangkatlah utusan Superkulon di bawah pimpinan Smart, dengan membawa berbagai hadiah emas dan perak bagi kerajaan Adiluhung. Setelah beberapa waktu, perjalanan iring-iringan pasukan berkuda yang amat sangat jauh itupun sampailah di tujuan, dan langsung dibawa menghadap pada rajanya Adiluhung, Manut Kaya.
Manut Kaya, yang sangat terkejut dengan iring-iringan pembawa hadiah itu, menyambut Smart dan rombongan dengan sangat baik. Bahkan Smart diajak untuk berkeliling sekitar istana, untuk melihat situasi kehidupan rakyat Adiluhung. Setelah cukup mendapatkan informasi yang diperlukannya, Smart dan pasukan kembali ke Superkulon, dibekali dengan berbagai hadiah hasil bumi dari Adiluhung.
***
Setibanya di Superkulon, Karsa langsung mengadakan pertemuan pribadi dengan Sulicik.
AK : “Kumaha situasi Adiluhung, Sul?”
SS : “Wah, hebat pisan, Pad! Rempah-rempahnya melimpah, tanahnya subur, rakyatnya ramah, sopan, dan sangat menghormati budaya leluhurnya. Sesuai pisan lah dengan namanya! Paduka bisa melihat dari berbagai hasil bumi yang dihadiahkannya kepada Superkulon.”
AK : “Wah, very very dangerous, nih! Jadi kamu setuju ‘kan kalau kita segera menghancurkan si Adiluhung itu? Kalau tidak, bisa-bisa kita yang dikuasai mereka. No way, man!”
SS : “Justru sebaliknya, Pad. Kita harus bersikap manis terhadap mereka, kalau Paduka ingin kita menguasainya.” Sambil menyeringai penuh arti.
AK : “Maksud you apa? Kok cengar-cengir kayak kuda gitu?”
SS : Spontan menghapus cengiran termanisnya. “Kita buat mereka bergantung pada kita, Pad. Jika hal itu sudah terjadi, kita akan bisa menguasainya dengan mudah, tanpa perlu mengeluarkan tenaga, senjata, apalagi korban jiwa!”
AK : “Hmmm… I’m listening.” Dengan wajah mulai terkombinasikan antara penasaran dan bingung.
Smart mendekati Karsa, dan membisikkan rencananya. Disambut dengan sumringah wajah Karsa, dan tawa membahananya beberapa saat kemudian, mengejutkan para penjaga yang sedang sibuk bermain gaple di depan kamarnya.
***
Tak lama berselang, kembali Smart mengunjungi Adiluhung. Kali ini dengan membawa setumpuk makanan dan titipan proposal dari Karsa, yang tentu saja, ditulis oleh Smart sendiri, dengan cap jempol peresmian dari Karsa. Pembicaraan kali ini berlangsung lebih lama. Tawaran Karsa untuk memberikan bantuan senjata sebagai sarana peningkatan pertahanan dari serangan kerajaan lain dibahas dengan alot. Para penasehat kerajaan Adiluhung bersikukuh untuk menolak tawaran tersebut, karena Adiluhung adalah kerajaan yang cinta damai.
Smart Sulicik bukannya tak mengetahui hal itu. Sementara menunggu hasil rapat, dia ditemani pengawal Adiluhung untuk kembali melihat-lihat sekitar istana. Berbagai pertanyaan dilontarkannya, mulai dari hasil bumi utama, cara mereka bercocok tanam, dan sebagainya. Ketika 2 hari berlalu tanpa keputusan yang jelas, akhirnya Smart meminta Manut Kaya untuk bicara berdua dengannya, dengan membawa beberapa butir permata. Dan keesokan harinya, kembalilah Smart dan pasukan ke kampung halamannya dengan senyum lebar, Raja Manut Kaya menyetujui proposalnya!
***
Pulangnya Smart segera berlanjut dengan kesibukan luar biasa di seantero Superkulon. Para pandai besi dikumpulkan, untuk membuat senjata khusus bagi Adiluhung. Semua senjata yang dibuat ini harus memenuhi satu syarat, kekuatannya harus lebih lemah daripada senjata milik Superkulon! Itulah sebabnya, para ahli senjata di Superkulon diperintahkan untuk menentukan titik terlemah dari masing-masing senjata, dan mengajarkan pada para pandai besi tersebut untuk mewujudkannya, sehingga barang yang lebih ringkih tersebut terlihat sama kuat dengan contoh senjata yang diberikan pada Raja Manut Kaya!
Singkat cerita, terkumpullah semua senjata tersebut, dan berangkatlah Smart beserta pasukannya, masih dengan membawa makanan produksi Superkulon seabreg-abreg, seperti sebelumnya.
***
Kali ini kedatangan Smart disambut langsung oleh Manut Kaya dan para penasehatnya dengan gembira. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh Manut Kaya adalah, ”Smart, masihkah kau bawa lagi makanan yang nikmat itu? Yang putih dan lembut, serta balok kuning yang gurih itu?”
SS : “Masih, Paduka, yang putih itu roti namanya, dan balok kuning adalah keju. Kali ini kami membawa lebih banyak lagi roti dan keju, cukup untuk seluruh rakyat Adiluhung.”
Kemudian roti dan keju itu dibagi-bagikan pada seluruh hadirin. Semuanya langsung terpikat pada kenikmatan makanan tersebut, walaupun para pengawal istana masih mengerenyitkan wajahnya setiap menggigit keju. Melihat hal itu, tersenyumlah si Smart. Tiba saatnya langkah kedua dilancarkan.
SS : “Paduka, bila berkenan, kami bersedia melatih para pemuda dari Adiluhung untuk membuat roti dan keju di negeri kami, sehingga Paduka dapat selalu menikmati makanan ini..”
MK : “Wah, itu ide bagus banget. Pasti para penasehatku setuju, bener, tho?” Sambil memandang ke arah para penasehatnya yang sedang sibuk menikmati roti dan keju ini.
Tanpa suara yang jelas karena sibuk mengunyah, mereka hanya mengangguk-angguk, dan terus melahap makanan itu tanpa henti.
MK : “Eh, tapi biayane piro? Mahal, ndak?”
SS : “Ya nggak lah, Pad. Gratis kok, asal para pemuda itu bersedia untuk tinggal di negeri kami selama beberapa waktu, karena pembuatan roti dan keju ini susah dan makan waktu yang cukup lama.”
MK : “Sip lah. Kami pilih saja pemuda-pemuda yang cerdas dan kuat, supaya mereka bisa cepat memahami dan menularkan ilmunya kepada yang lainnya..”
Maka kali ini Smart kembali dengan beberapa pemuda Adiluhung yang cerdas dan kuat, serta permintaan untuk menambah jumlah senjata, plus berbagai harta benda dan hasil bumi sebagai pembayaran senjata dan ucapan terima kasih untuk pendidikan para pemuda itu.
***
Setibanya di Superkulon, para pemuda tadi dijamu dengan berbagai makanan nikmat produk gandum serta keju yang dihasilkan di sana. Selama berada di sana, tidak pernah sekalipun mereka disuguhi nasi, makanan pokok Adiluhung. Bukan tak ada, sebagian rakyat Superkulon juga memakan nasi, namun ini semua adalah rangkaian strategi yang dilancarkan oleh Smart.
Setelah beberapa waktu berlalu, kembalilah para pemuda itu ke negerinya, dengan dibekali sedikit roti dan keju hasil buatan mereka. Tak berapa lama kemudian, datanglah Patih kerajaan Adiluhung, Sendiko Dawuh. Tujuannya tak lain adalah menyampaikan pesan Raja Manut, untuk membeli gandum, karena ternyata gandum tidak tersedia di sana, sementara warga Adiluhung sudah ketagihan dengan makanan ini, sehingga seluruh petani telah dititahkan untuk membuat roti dan keju, dan sawah-sawah yang mereka tanami padi pun terbengkalai.
Dengan penuh keramahan, Karsa pun menawarkan gandum itu dengan harga yang murah, sehingga pulanglah Dawuh dengan lega, bersama setumpuk gandum yang siap diolah. Sepulangnya Dawuh, Karsa dan Smart merayakan peristiwa itu berdua.
AK : “Sedikit lagi, Smart. And then they’ll be mine. Hahaha…”
SS : “Sabar, Pad. Tinggal beberapa ketuk lagi, mereka akan sangat bergantung pada kita, karena gandum, karena balas budi. Hehehe… Kita santai saja duluuuu…”
***
Pada kesempatan-kesempatan berikutnya, secara bertahap Karsa mulai menaikkan harga gandum berlipat-lipat. Hal inipun menyulut masalah di Adiluhung. Berita santer terdengar hingga ke Superkulon, bahwa rakyat mulai tidak puas dan memberontak, karena perintah Manut Kaya untuk memproduksi roti membuat para petani kelabakan dalam membeli gandum yang harganya berlipat-lipat. Walhasil, jangankan untuk sekedar memproduksi roti, bahkan untuk makan nasi pun mereka tak mampu, karena selama ini tak ada waktu untuk bertanam padi.
Untuk mengatasi hal ini, para petani tersebut menanam singkong yang penanganannya relatif lebih mudah dan murah daripada padi, dan memulai gerakan “kembali ke gaplek”. Ya, gaplek ini adalah makanan mereka sebelum swasembada beras bertahun-tahun lalu, di masa kejayaan Adiluhung, beberapa saat sebelum kedatangan Smart yang membawa malapetaka bagi negeri ini.
***
Akhirnya Manut meminta bantuan pada Karsa untuk menghadapi para pemberontak tersebut. Karsa berjanji untuk membantu, dengan syarat Manut menyetorkan hasil bumi utama secara berkala kepadanya, dan tetap memberlakukan roti dan keju sebagai makanan pokok di Adiluhung. Selain itu, Adiluhung juga harus mempelajari dan membudidayakan budaya yang berlaku di Superkulon, dan menumpas habis budaya asli Adiluhung!
Manut yang sedang panik dengan keselamatan tahtanya, langsung menyetujui saja syarat yang diajukan Karsa tersebut. Tak dipedulikannya lagi rakyat yang berteriak kelaparan. Tak dihiraukannya lagi negerinya yang tergadai. Tak diacuhkannya lagi kelestarian budaya yang selama ini dijunjungnya tinggi-tinggi. Apa yang ada di pikirannya kini hanya satu, bagaimana caranya agar dia tetap menjadi raja di Adiluhung!
***
Maka kemudian berangkatlah pasukan Manut ini ke Adiluhung dengan senjata bantuan Superkulon. Semua pemberontak ditumpas habis dengan mudah, karena mereka menggunakan senjata yang sudah diketahui segala kelemahannya oleh pihak Superkulon. Ingin tahu siapa penumpas para pemberontak tadi? Ya, siapa lagi kalau bukan para pemuda yang dulu dilatih untuk membuat roti dan keju! Mereka merasa sangat berhutang budi terhadap Superkulon, sehingga dengan senang hati mengirimkan seluruh hasil buminya ke sana, setelah pemberontakan tersebut usai.
Kini Adiluhung telah tenang kembali. Manut Kaya memerintah tanpa ada lagi perlawanan yang berarti. Roti, keju, dan segala budaya materialistik dari Superkulon berkembang pesat di Adiluhung. Para petani masih makan gaplek, karena harga gandum tak pernah dapat mereka gapai. Kesenjangan antara pihak istana dan rakyat jelata semakin melebar. Hasil bumi semakin menurun, karena habis untuk upeti dan membayar gandum yang semakin berlipat-lipat harganya. Adiluhung kini tak ubahnya seperti mayat hidup. Ada tapi tiada. Kaya hasil bumi, namun hidup tergadai. Bernafas dan bergerak, tapi tak mampu menentukan nasibnya sendiri.
Namun itu tak pernah mengganggu mimpi-mimpi si Manut Kaya. Hatinya telah tertutup dengan kenikmatan roti. Nuraninya telah terbungkam oleh tumpukan keju.
***
Sementara itu, All Karsa dan Smart Sulicik merayakan keberhasilannya di Superkulon. Sambil menghabiskan minuman araknya, berulang kali Karsa memuji Smart.
AK : “Smart, how come sih, kamu bisa sepintar ini? Sebetulnya apa yang membuatmu bisa punya ide secemerlang itu?”
SS : “Gampang saja, Pad." Sambil terkekeh setengah teler. "Manusia itu di mana-mana selalu kalah oleh 3 hal. Hiks! Gak peduli segimana pula tingginya kebudayaannya. Hiks!”
AK : “Apa itu, Sul?”
SS : “Kekayaan, kenikmatan, dan kekuasaan, Pad. Cuman orang yang bener-bener kuat yang bisa ngelawan 3 itu. Dan sampe sekarang saya belom nemu juga. Tuh buktinya, Adiluhung abis juga ‘kan. Hahaha…”
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Fithriyah Abubakar sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.