QS. Luqman:17 : "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). "
|
Selasa, 26 November 2013 pukul 20:00 WIB
Penulis : Muhammad Nahar
Hati adalah cermin
Tempat pahala dan dosa bertarung
Demikian syair lagu yang didendangkan oleh Bimbo. Hati manusia memang arena pertarungan yang idak ada habisnya, antara pahala dan dosa, antara nurani dan ego. Hati bisa menjadi sebuah “sanctuary” tempat berteduh dari segala macam masalah, tapi hati itu sendiri bisa menjadi sumber masalah. Terutama bila hati itu dikotori beraneka ragam keinginan.
Jika hati itu penuh syukur, maka seluruh tubuh akan merasakan nikmatnya. Bahkan mungkin banyak orang yang akan merasakan manfaatnya. Bukan tidak boleh punya keinginan, yang tidak boleh adalah diperbudak keinginan. Terkadang, keinginan untuk segera mewujudkan keinginan itu malah menghambat kemampuan kita untuk mampu mewujudkan keinginan itu.
Rasa syukur membuat hati menjadi ringan dan tenang. Rasa syukur membuat hati menjadi bersih dan hati yang bersih adalah hati yang penuh rasa syukur. Sebaliknya, kurangnya rasa syukur membuat hati menjadi gelap dan pekat. Di sisi lain, hati yang gelap dan pekat membuat pemiliknya sulit mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadanya.
Bayangkanlah sebuah ruang yang lapang dan luas, putih bersih tiada setitik debupun di dalamnya. Langit-langitnya lebih tinggi dari langit dunia, ujung ruangan itu lebih jauh dari pandangan mata. Udara yang segar mengalir ke dalamnya dan kilauan lantainya bercahaya putih lembut, terang benderang namun tidak menyilaukan mata. Begitulah gambaran hati manusia yang bersih dari segala macam keinginan duniawi. Hanya rahmat dan keridhaan Allah sajalah yang diharapkan hadir di ruang itu. Ruang bersih, rapi, dan sejuk. Sebuah ruangan yang udara segar mengalir di dalamnya dan membuat siapapun merasa senang dan betah berada di sana.
Rasa syukur membuat hati bagaikan ruangan yang lapang tersebut. Mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT setiap hari bagaikan menjaga kebersihan sebuah ruangan. Sampah dan debu yang mengotori setiap hari disapu dan dikeluarkan, sehingga kebersihan ruangan tetap terpelihara. Terkadang kelalaian pemilik hati menjaga kebersihan hatinya membuat kotoran emosional sampai berkerak dan terpendam. Sedikit ketersinggungan sudah lebih dari cukup untuk memicu reaksi emosional yang berlebihan.
Hati orang yang tak terjaga akan menjadi kotor, penuh rasa dengki serta dendam. Hati itu bagaikan gua bawah tanah yang mengerikan. Lahar panas bergejolak dan mengalir membentuk sungai-sungai mengerikan sementara makhluk-makhluk serupa naga berwarna hitam berterbangan sambil menyemburkan api. Atau bagaikan pembuangan sampah yang berantakan dan tidak terawat dimana sampah organik dan non organik bercampur menimbulkan bau busuk yang menyengat. Akankah rahmat dari Allah SWT yang merupakan bekal kita menuju surga akan kita simpan di ruang hati yang seperti itu? Layakkah kita masuk ke surgaNya, padahal ruang hati kita bagaikan neraka yang menyiksa jiwa kita dan orang lain terus menerus siang dan malam?
Ruang hati ada pada setiap manusia, miskin ataupun kaya, berpendidikan ataupun tidak, dari suku bangsa manapun dia berasal. Allah SWT menciptakan ruang hati sebagai tempat penilaian, akankah seseorang layak masuk dan menikmati sajian Surga yang penuh kenikmatan dariNya. Ataukah lebih pantas disiksa di Neraka yang bergolak mengerikan, sama dengan pergolakan ruang hatinya saat hidup di dunia?
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Muhammad Nahar sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.