HR. Bukhari : "Berhati-hatilah dengan buruk sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh."
|
Selasa, 20 Agustus 2013 pukul 22:00 WIB
Penulis : Rifki
Jika selama Ramadhan, masjid penuh dengan jama’ah di setiap waktunya, apalagi saat tarawih. Kini, setelah Ramadhan pergi, masjid kembali sepi. Jika selama Ramadhan, banyak orang ketika akan berbuat maksiat kemudian membatalkanya karena teringat bahwa sekarang Ramadhan. Kini, setelah Ramadhan tiada, silakan bermaksiat lagi.
Jika selama Ramadhan, banyak orang berlomba-lomba bersedekah, berinfaq, dan berzakat. Kini, silakan berhitung-hitung kembali sebelum melakukan itu semua, khawatir nanti ada kebutuhan yang tak terpenuhi.
Jika selama Ramadhan, banyak yang semula tidak berkerudung lantas mengenakan kerudung selama melaksanakan aktifitasnya. Banyak juga yang tadinya mengenakan pakaian mini kemudian berganti dengan pakaian yang lebih panjang. Untuk menghormati Ramadhan, katanya. Kini, Ramadhan telah pergi, silakan berbuka-bukaan lagi.
Jika selama Ramadhan, infotainment penuh dengan berita para artis dalam mengisi Ramadhan dengan kegiatan positif dan berbau-bau ibadah. Kini, tatkala Ramadhan tiada, silahkan bergosip kembali.
Seharusnya, jika Ramadhan diibaratkan seperti sebuah kepompong tempat kita berlatih diri, maka seharusnya setelah Ramadhan pergi kita akan menjadi kupu-kupu dengan sayap yang indah dengan aneka corak dan warna, tak lagi ditakuti orang karena tak akan menyebabkan gatal-gatal, tak lagi menjadi hama karena memakan dedaunan, bahkan menjadi sangat berguna dalam proses penyerbukan. Tapi kenyataannya, kita kembali menjadi ulat yang buruk rupa, ditakuti orang karena dapat mengakibatkan gatal-gatal di kulit, bahkan menjadi musuh manusia karena menjadi hama perusak tanaman.
Na'udzubillah. Wallahu a’lam.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Rifki sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.