QS. At-Taubah 9 : 129 : "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung."
|
Sabtu, 23 November 2013 pukul 21:00 WIB
Penulis : Betty Herawati
Saya teringat dengan majalah kesayangan saya, ANNIDA. Antara sedih dan bahagia ketika pertama kali mengetahui bahwa saya tidak dapat menjumpainya kembali dalam edisi cetak. Sampai sekarang, seringkali saya kangen meski tak sampai berharap ia terbit lagi. Majalah yang menemani saya untuk menggapai hidayah sejak bangku SMP itu telah go green sejak Juli 2009. Si Nida sudah reinkarnasi menjadi Annida virtual melalui Annida-online.com. Annida Go Green benar-benar sebuah hal yang mengejutkan bagi saya. Bagaimanapun, terobosan untuk menjadi majalah virtual (tanpa edisi cetak) sempat membuat saya geleng-geleng kepala. Majalah yang sudah besar dan mengalami kejayaan, dengan kerelaan menghilang dari peredaraan dengan tujuan yang sangat mulia. Apalagi kalau demi menghemat kertas yang sebagian besar berasal dari illegal logging. Annida Go Green demi generasi kita di masa mendatang. Agar hutan kita tidak semakin gersang, agar kita tidak menghabiskan persediaan minyak, listrik, dan air.
"Antara lingkungan dan ekonomi itu seringkali bertolak belakang," begitulah komentar MH, Abiyasa Dhian Kresnadipayana, mendapati istrinya masih terpekur karena kehilangan majalah kesayangannya.
“Bisa jadi kelak tidak banyak lagi buku yang terbit,” tambahnya.
Saya masih belum percaya. Bagaimanapun beda rasanya memburu ilmu di perpustakaan nyata dan di DL (digital library). Dan saya tetap ngotot, kalau lebih asyik baca buku daripada via e-book atau virtual. Buku, dapat dipegang. Membacanya bisa dengan segala posisi : duduk di kursi, selonjoran, tiduran, bahkan bisa dengan guling sana-guling sini. Banyak variasi.
“Baiklah, kalau begitu, buku-buku dicetak dengan kertas daur ulang,” suami memberikan alternatif. Jujur, saya belum bisa menerima ini. What? Kertas daur ulang? Mending nanam pohon dari sekarang.Saya kan punya cita-cita mewariskan banyak buku pada anak-anak.
Akhirnya, setelah melakukan perenungan yang mendalam, saya bantu deh, untuk kampanye : Yuk, selamatkan bumi demi anak cucu kita di masa mendatang. Kita mulai dari hal-hal yang paling sederhana.
Berikut ini beberapa tips yang saya dapatkan dari sebuah sumber :
1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
2. Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam, karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Wah-wah, saya yang terbiasa dengan hal-hal yang praktis jadi cengar-cengir. Meski demikian tetap saya coba, deh! Ya, demi anak cucu, generasi terbaik di masa mendatang.
Saya semangati diri dengan sebuah hadist Rasulullah, “Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma, maka apabila dia mampu menanam sebelum terjadi kiamat, hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad 3/183, 184, 191, Imam Ath-Thayalisi no.2078, Imam Bukhari di kitab Al-Adab Al-Mufrad no. 479 dan Ibnul Arabi di kitabnya Al-Mu’jam 1/21 dari hadits Hisyam bin Yazid dari Ana Rodhiyallohu ‘Anhu).
Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini menyiratkan pesan yang cukup dalam agar seseorang memanfaatkan masa hidupnya untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya, hingga pahalanya mengalir sampai hari kiamat tiba.
Oleh karena itu, sedikit-sedikit, pelan tapi pasti, dimulai dari diri sendiri, dan dari saat ini, cobalah kita pelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk menjaga bumi kita. Contoh real-nya (menurut referensi yang saya baca) :
1. Bercocok Tanam. Selain untuk penghijauan, kegiatan ini juga sangat baik untuk kesehatan badan. Konon, jiwa yang tenang seimbang dengan tubuh yang ideal. Gerakan menyiram, menanam, dan memberi pupuk selama 5 menit bisa merampingkan tangan lho!
2.Menyuci Piring. Dengan menggunakan peralatan makan yang tidak sekali pakai, kita sudah mengurangi limbah plastik yang sulit dicerna. Meski terkadang terkesan tidak praktis dan merepotkan, gerakan mencuci piring bermanfaat untuk mengurangi lebih dari 50 kalori di dalam tubuh.
3.Bersepeda Ria. Selain tidak memproduksi poluttan, bersepeda juga bermanfaat untuk tubuh kita. Jantung sehat dan badan yang lebih proporsional.
4. Kurangi Penggunaan Microwave. Selain memberikan kesempatan bernafas untuk bumi kita, microwave juga tidak baik untuk badan kita. Makanan yang sering dipanaskan dengan microwave memang tidak membuat kita menunggu lebih lama, tetapi hal ini membahayakan tubuh dikarenakan ultraviolet yang ikut terkonsumsi.
5.Kurangi Plastik di Rumah. Kurangi penggunaan plastik dan cari produk yang lebih ramah lingkungan.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Betty Herawati sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.