QS. At-Taubah 9 : 129 : "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung."
Alamat Akun
http://setta.kotasantri.com
Bergabung
12 Februari 2009 pukul 13:00 WIB
Domisili
Mampang Prapatan - DKI Jakarta
Pekerjaan
Analis Industri
Penikmat sastra, admin situs Cerpen Koran Minggu di http://lakonhidup.wordpress.com
http://lakonhidup.wordpress.com
setta_81@yahoo.com
setta_81@yahoo.com
Tulisan Setta Lainnya
Warna Cinta
3 September 2012 pukul 14:00 WIB
Harga Sepasang Kakimu
30 Agustus 2012 pukul 13:00 WIB
Kisah Lelaki Tua Pelupa
5 Juni 2012 pukul 15:30 WIB
Menulis untuk Keabadian
1 Juni 2012 pukul 17:00 WIB
Hai, Muslim! Apa Karyamu?
3 Februari 2012 pukul 11:15 WIB
Pelangi
Pelangi » Cermin

Selasa, 4 September 2012 pukul 13:00 WIB

Akankah Kita Seperti Burung Beo Itu?

Penulis : Setta SS

Sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah memberikan cerita hikmah untuk kita semua. Cerita ini dimulai beberapa tahun yang lalu, saat Pak Kiai pemilik pesantren memelihara seekor burung beo.

Beo merupakan jenis burung yang paling cerdas menirukan suara-suara manusia selain burung kakak tua. Bertahun-tahun Pak Kiai mengajarkan sebuah kalimat kepada beo itu. Kalimat yang sering kita baca dalam shalat, yaitu kalimat tauhid, laa ilaaha illallah muhammadar-rasulullah. Hingga begitu lancarnya dilafazkan oleh si burung beo.

Selama beberapa lama pesantren diramaikan kalimat tauhid yang diucapkan oleh si burung beo itu. Memberikan suasana zikir para santri semakin berwarna. Ada kebanggaan tersendiri melihat seekor burung beo bersuara kalimat tauhid.

Tahun berganti tahun. Suatu pagi, Pak Kiai memberikan makan seperti biasa untuk beo kebanggaan itu. Tetapi ada yang aneh dari beo itu. Biasanya ia lincah berputar-putar 360 derajat, makan, minum, dan mengucapkan kalimat tauhid. Kali ini beo itu lunglai.

Pak Kiai memperhatikan beo itu yang semakin lama semakin menunduk. Tak berapa lama, beo itu terjatuh ke dasar sangkar dari tenggerannya. Dan ternyata beo itu mati. Kontan Pak Kiai sangat sedih. Sejak saat itulah, beliau selalu menangis. Bahkan saat beliau mengajar sekalipun. Berhari-hari tak reda sedihnya. Hal ini membuat para santri khawatir dengan kondisi Pak Kiai.

Suatu hari, seluruh santri berkumpul untuk membicarakan solusi agar Pak Kiai tidak bersedih lagi. Mereka sepakat untuk mengumpulkan sebagian uang jajan untuk membelikan seekor beo untuk Pak Kiai. Mereka benar-benar mengira kesedihan Pak Kiai disebabkan oleh matinya beo terdahulu yang sangat dibanggakan seantero pesantren.

Pada suatu pagi, seusai shalat subuh berjama'ah sebelum kuliah subuh. Salah seorang perwakilan santri sepesantren memberanikan diri untuk berbicara, mengutarakan rencana mereka mengganti beo yang meninggal itu.

“Pak Kiai, kemarin kami semua berkumpul dan bermusyawarah. Mencari solusi bagaimana agar Pak Kiai tak bersedih lagi karena matinya beo kesayangan itu. Insya Allah kami akan menggantinya, membelikan seekor burung beo untuk Pak Kiai,” kata perwakilan santri itu.

“Alhamdulillah. Hari ini, saya melihat persaudaraan antarsantri yang semakin erat. Walaupun kalian dari berbagai suku, tetapi dapat disatukan menjadi saudara dengan balutan iman kepada Allah SWT. Kalian telah menunjukkan persaudaraan yang didasarkan karena cinta pada Allah semata. Subhanallah! Jaga itu,” jawab Pak Kiai bijak.

Kemudian Pak Kiai meneruskan ceritanya.

“Kalian tahu, kenapa aku bersedih? Ketahuilah, aku telah mengajarkan kalimat tauhid kepada burung beo itu selama bertahun-tahun. Hingga ia lancar mengucapkannya dengan fasih. Namun, aku sangat sedih karena burung beo itu ketika sakaratul maut hanya mengeluarkan kalimat “kheeeeek” saja. Ya, hanya itu saja yang disuarakan beo itu saat ajalnya datang,” ungkap Pak Kiai.

“Hal itulah yang membuatku bersedih dan terus melakukan instropeksi diri. Apakah nanti di penghujung sakaratul maut, aku juga akan seperti beo itu?” Pak Kiai menutup penjelasannya dengan sebuah pertanyaan retoris.

Seketika suasana hening. Semua wajah menunduk dan menangis tersedu. Beberapa santri berpelukkan dan saling meminta maaf kepada saudaranya. (*)

6 Maret 2o1o oo:o6 a.m.

Ditulis ulang dari buletin Menuju Cahaya Edisi Minggu Pertama Nopember 2oo8

http://lakonhidup.wordpress.com

Suka
Eka Mirnia menyukai tulisan ini.

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Setta SS sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

Yussi | Karyawati
Subhanallah sekali bisa bergabung di KotaSantri.com. Barakallah...
KotaSantri.com © 2002 - 2023
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.1058 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels