Pelangi » Risalah | Rabu, 7 November 2012 pukul 11:15 WIB

Hikmah di Balik Rasa Takut

Penulis : Sylvia Nurhadi

Menurut saya, rasa takut itu bila sekali-kali terjadi, sebenarnya merupakan nikmat yang memiliki nilai tersendiri. Betapa tidak, pada saat takut biasanya secara reflek, orang akan teringat Tuhannya. Tidak percaya? Coba perhatikan, bahkan orang bulepun, yang notabene atheis alias tidak percaya akan keberadaan Tuhan, ketika mereka ketakutan minimal akan berteriak “Oh my god!”. Demikian pula yang tercermin pada film-film Barat. Ironisnya, begitu badai berlalu, maka merekapun segera melupakan pertolongan yang datang tersebut bahkan kembali melupakan atau mempersekutukan-Nya.

Katakanlah : “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdo'a kepada-Nya dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan) : Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” Katakanlah : “Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya.” (QS. Al-An'am [6] : 63-64).

Rasa takut sebenarnya sebuah nikmat besar, selama tidak berlebihan, tentu saja. Karena dengan adanya perasaan takut inilah seseorang dapat merasakan bahwa ada kekuatan tersembunyi yang dapat melindungi dan membantunya. Melalui rasa takut, terasa betapa kecil dan lemahnya kita ini.

Sungguh beruntung orang yang meyakini adanya Tuhan, Allah azza wa jala, Dia Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dalam keadaan takut diajarkannya kita untuk berdo'a, memohon pada-Nya agar dibebaskan dari keadaan yang membuat kita takut. Dalam takut, kita dapat merasakan indahnya do'a. Rasulullah SAW mengatakan bahwa do'a yang langsung dikabulkan Allah SWT salah satunya adalah do'a yang dipanjatkan ketika kita dalam perjalanan atau safar (do'a seorang musafir).

“Tiga waktu diijabahi (dikabulkan) do’a yang tidak diragukan lagi yaitu : (1) do’a orang yang terzhalimi, (2) do’a seorang musafir, (3) do’a orangtua pada anaknya.” (HR. Ahmad 12/479 No. 7510, At-Tirmidzi 4/314 No. 1905, Ibnu Majah 2/1270 No. 3862. Syaikh Al-Albani menghasankan hadits ini).

Do'anyapun bukan do'a sembarang do'a, melainkan do'a yang dipanjatkan di antara rasa takut, khawatir harapan kita tidak terwujud, dan harapan do'a pasti dikabulkan-Nya. Karena sesungguhnya Ia-lah yang paling mengetahui mana yang tebaik bagi hamba-Nya. Maka dengan demikian, ketika do'a tidak terkabul kita tetap sabar menerimanya.

“Dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Araf [7] : 56).

Takut tampaknya adalah fitrah manusia. Demikian juga percaya akan adanya Tuhan atau minimal percaya akan adanya kekuatan lain di samping diri manusia. Katakanlah kekuatan ghaib. Kekuatan ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi rasa tidak menyenangkan tadi, yaitu takut. Dengan kata lain, takut dan Tuhan itu 2 kata yang saling berkaitan.

Rasa takut sebenarnya bisa dibagi menjadi dua jenis. Pertama, takut gagal dan kalah, takut sakit, takut menderita, takut sakit hati, takut miskin dan hidup susah, takut mati, dan lain-lain. Intinya, semua jenis takut yang sifatnya duniawi berada di jenis nomor 1 ini.

Sedangkan jenis takut yang kedua, adalah jenis takut terhadap Tuhannya. Takut di sini adalah takut terhadap pembalasan di alam akhirat. Rasa takut jenis ke-2 ini hanya dimiliki orang-orang yang percaya akan adanya hari pembalasan. Artinya, hanya orang-orang beragama saja. Itupun kelihatannya hanya orang yang benar-benar takwa. Orang-orang seperti ini bisa dibilang tidak takut terhadap penderitaan yang sifatnya duniawi. Mereka itu adalah orang-orang yang berserah diri, pasrah pada kehendak Sang Ilahi, tentu setelah berusaha keras menghindari penyebab rasa takut itu sendiri. Mereka tegar karena meyakini adanya kadar dan takdir yang telah ditetapkan-Nya dan tidak mungkin menghindarinya.

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 153).

Ya, begitulah orang beriman mengatasi rasa takutnya. Mereka tidak cukup hanya berdo'a apalagi hanya menelan pil tidur, namun dengan shalat dan menahan sabar.

Wallahu a’lam bishshawwab.

KotaSantri.com © 2002-2024