Umar bin Khattab : "Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut."
|
![]() |
http://arryrahmawan.net |
![]() |
contact@arryrahmawan.net |
![]() |
arry.rahmawan@gmail.com |
![]() |
arry_tiui09 |
![]() |
arry.rahmawan@windowslive.com |
![]() |
arry.rahmawan@gmail.com |
![]() |
http://twitter.com/arryrahmawan |
Kamis, 5 Desember 2013 pukul 18:00 WIB
Penulis : Arry Rahmawan
Setahun memimpin salah satu komunitas kewirausahaan mahasiswa terbesar di negeri ini, yaitu Komunitas TDA Kampus, merupakan salah satu hal yang menyenangkan sekaligus juga penuh tantangan. Antusiasme mahasiswa untuk bisa memulai usaha mandiri dan menjadi pengusaha sukses ternyata cukup besar.
Satu hal yang menjadi tantangan terbesar bagi komunitas ini adalah bagaimana menjadi semacam penuntun bagi anggotanya bahwa seorang pengusaha muda perlu memiliki akar yang kuat sebelum memulai usaha, dan tentu akar dari segala akar dalam memulai bisnis adalah niat.
Menata niat dalam hati kita memang gampang-gampang susah. Saat dalam kondisi yang sederhana, bisa jadi niat kita menjadi seorang pengusaha adalah untuk membantu orang-orang lemah. Saat kita sudah bisa hidup enak dan menghasilkan banyak uang, bisa jadi kita malah keenakan dan tidak ingin membagi apa yang kita miliki, di mana kemudian tujuan kita menjadi pebisnis adalah uang bahkan kekuasaan.
Apa yang mau saya tuliskan pada kesempatan hari ini sebenarnya adalah hal yang ringan, namun jawabannya berat.
“Apa niat kita menjadi pengusaha?”
Dalam perjalanan dan pengalaman saya, kita akan bertemu dengan banyak hal yang seringkali merubah niat-niat kita. Terutama jika bisnis sudah menghasilkan uang. Bukan lagi dalam jumlah sedikit, namun jumlah yang banyak.
Semakin tumbuh tinggi sebuah pohon, tentu semakin besar juga angin dan terpaan ujiannya. Bayangkan jika tidak memiliki akar yang kuat, tentu pohon itu akan roboh. Bayangkan jika kita tidak memiliki mental yang kuat dalam menerima banyak uang, maka kita akan lebih senang berfoya-foya untuk kesenangan diri sendiri, membeli banyak mobil mewah padahal yang biasa dipakai cuma satu, dan lain sebagainya.
Materi hanyalah sebuah alat, bukan tujuan. Saya lebih senang memaknai materi sebagai alat untuk mencapai kesuksesan dalam menjadi seorang pengusaha: menghasilkan dampak kemandirian dan inspirasi bagi banyak orang. Jika kita sudah menjadikan materi sebagai tujuan hidup, hati-hati karena kita akan melakukan apapun untuk mencapainya. Namun, jika kita berorientasi kebermanfaatan dan performa kerja, maka materilah yang akan mengikuti kita.
Selalu utamakan membentuk “to be” daripada “to have”, karena dengan menjadi seseorang yang berarti, pasti materi akan mengikuti. Uang akan mengikuti orang-orang yang hebat, sementara orang-orang yang hebat lebih fokus pada ingin membentuk dirinya menjadi seperti apa, ketimbang berpikir berapa uang yang harus mereka punya.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Arry Rahmawan sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.