QS. Al-'Ankabuut : 64 : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui."
|
http://twitter.com/bayugawtama |
Jum'at, 22 November 2013 pukul 19:00 WIB
Penulis : Bayu Gawtama
“Zakat penghasilan bulan ini sudah dikeluarkan, bang. Pasti belum dikeluarkan sama Abang kan?” Sebuah pesan pendek masuk ke telepon selular saya pagi ini. Biasa, isteri yang senantiasa mengingatkan urusan zakat penghasilan. Sejak menikah, saya yang tak pernah menutup-nutupi jumlah penghasilan sempat dibuat jengkel gara-gara isteri kerap menanyakan adakah penghasilan lain selain yang didapat setiap akhir bulan. Awalnya saya menganggap dia tak percaya dan curiga saya tak memberitahu penghasilan saya yang lain, padahal penghasilan saya memang cuma segitu-gitunya.
Setelah ia jelaskan maksudnya, barulah diri ini tersenyum sekaligus malu. Ia teramat perhatian untuk mengeluarkan zakat yang duasetengah persen dari setiap penghasilan yang kami terima, baik itu penghasilan bulanan maupun penghasilan dari hasil lainnya. Beruntunglah saya karena ada yang rajin mengingatkan.
“Diberikan ke siapa zakat kita, dik?” tanya saya sekembalinya dari mengantar anak saya ke sekolah. “Baru separuhnya ke tukang sampah langganan, separuhnya lagi terserah Abang besok deh mau diberikan ke mana,” jelasnya.
Ceritapun mengalir, tukang sampah langganan yang setiap dua kali sepekan mengangkut sampah di lingkungan tempat kami tinggal usai mengangkut sampah dari depan rumah. Isteri sayapun memanggilnya dan menawarkan dua buah sepeda bekas anak-anak saya yang mereka sudah enggan memakainya karena sudah ada yang baru. Tentu saja ia tak menampik tawaran isteri saya dan diangkutlah dua sepeda kecil itu. “Dijual harganya nggak seberapa, lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan. Semoga lebih ada nilainya,” timbang isteri saya.
Belum beranjak tukang sampah itu dari rumah, isteri sayapun teringat bahwa kami belum mengeluarkan zakat penghasilan bulan ini. Maka iapun memberikan sebagian dari yang seharusnya kami keluarkan kepada tukang sampah itu. Haru dan nyaris tak sanggup membendung bulir air yang siap tumpah dari pelupuk mata ketika isteri saya mendengar ungkapannya saat menerima uang buat sebagian orang itu tak seberapa nilainya, “Alhamdulillah, makan anak dan isteri dua Jum'at ke depan terjamin nih, bu. Terima kasih.”
Tak hanya isteri, saya yang tak mendengar langsung dari mulutnya pun merasakan getaran yang mengharukan. Betapa kecilnya uang yang kami berikan bisa membuat ia merasa ada jaminan makan selama dua Jum'at ke depan, lalu bagaimana dengan hari-hari sebelumnya? Dan bagaimana dengan pekan-pekan yang akan datang?
“Jum’at yang berkah buat saya, semoga hari ini keberkahan juga tercurahkan atas ibu sekeluarga,” tak lupa ia meninggalkan do'a untuk keluarga kami. Legalah sudah, sebagian rezeki yang Allah titipkan sudah diberikan kepada yang berhak. Diam-diam isteri saya mengamini do'a bapak tukang sampah, agar Sang Pemberi rezeki pun memberkahi setiap pemasukan dan pengeluaran kami.
***
Sore harinya saya pergi ke Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk mengambil sedikit dari tabungan kami guna keperluan belanja. Mahasuci Allah, puji syukur saya yang tiada bandingannya, ketika melihat saldo tabungan saya bertambah hampir enam kali dari yang pagi tadi dikeluarkan isteri saya. Rupanya Jum’at hari ini tidak hanya berkah bagi bapak tukang sampah itu, tapi juga bagi kami. “Mungkinkah Allah menjawab do'a tukang sampah itu untuk kami? Hanya Allah yang tahu.”
Ketika saya menceritakan perihal ini kepada isteri, tak cukup kalimat syukur yang keluar dari mulutnya, tapi saya sudah bisa menebak apa yang ada di kepalanya. Saya yakin ia tengah menghitung lagi duasetengah persen yang harus dikeluarkan.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Bayu Gawtama sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.