HR. Al Hakim : "Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang shaleh lebih baik daripada menyendiri. Berbincang-bincang yang baik lebih baik daripada berdiam, dan berdiam adalah lebih baik daripada berbicara (ngobrol) yang buruk."
|
![]() |
http://jamilazzaini.com |
![]() |
http://facebook.com/jamilazzaini |
![]() |
http://twitter.com/jamilazzaini |
Selasa, 15 Oktober 2013 pukul 19:00 WIB
Penulis : Jamil Azzaini
Tadi malam, saya membantu Izul (kelas 5 SD), anak saya, mengerjakan PR (pekerjaan rumah) dari sekolahnya. Ternyata susah! Mungkin kalau saya yang sekolah sekarang, tidak akan naik kelas.
Selesai membantu Izul, pikiran saya melayang ke masa lalu. Saat SD, saya pernah tidak naik kelas. Dari kelas 1 hingga kelas 5, saya termasuk siswa yang bodoh.
Namun ketika kelas 6, saya menjadi ranking pertama. Dan, sejak saat itu hingga lulus SMA saya selalu ranking pertama. Anda tahu apa rahasianya? Menurut saya adalah karena do'a ibu.
Saat saya dihukum oleh guru kelas karena kebodohan dan kenakalan saya, ibu saya menangis. Sembari terisak, ibu saya berkata, “Mamakmu tidak bisa membantumu. Mulai sekarang, mamak akan selalu berdo'a agar kamu pintar dan tidak dihukum gurumu.”
Saat saya lulus SMA, secara logika manusia, saya tidak mungkin melanjutkan kuliah. Bapak saya miskin dan utangnya banyak. Selain itu, saya juga tidak mendaftar ke perguruan tinggi manapun untuk kuliah. Namun karena do'a ibu, saya dipanggil masuk kuliah ke IPB tanpa tes. Ketika itu disebutnya jalur PMDK atau Penelusuran Minat Bakat dan Kemampuan.
Saat kuliah S-1, saya nyaris tidak lulus karena IPK-nya hanya dua koma, alhamdulillah alias pas-pasan. Namun saat kuliah S-2 di Magister Bisnis IPB, saya lulus dengan IPK nyaris 4.0 (hanya ada satu mata kuliah yang nilainya B). Apa rahasianya? Sebelum ujian, saya selalu menelepon ibu untuk meminta do'a khusus dari wanita mulia itu.
Begitu pula ketika awal tahun 2000, bisnis saya bangkrut dan meninggalkan banyak utang. Saya harus menjual rumah, mobil, tanah, dan lain-lain, namun utang masih juga berlimpah. Menurut hitungan rasional, saya tak sanggup melunasi utang dengan penghasilan yang ada ketika itu. Namun alhamdulillah, semua utang bisnis itu kini sudah lunas karena do'a tulus ibu saat ia menunaikan ibadah haji pada tahun 2008.
Begitupun tatkala istri saya hamil dan sakit tak berdaya, terbaring lemah di ruang ICU Rumah Sakit Harapan Kita berminggu-minggu. Biaya terus membengkak, namun penyakitnya tidak juga ditemukan. Hati saya gundah, gelisah setiap memandangi kondisi istri saya. Saat saya bingung, saya telepon ibu saya, “Mak, maafkan atas semua kesalahan saya. Dan saya mohon do'a tulus dari mamak agar Allah segera mencabut penyakit yang ada di istri saya. Do'akan ya, mak.”
Tak lebih dari 2 jam setelah saya meminta do'a dari ibu, saya dipanggil dokter yang merawat istri saya. Dokter berkata, “Pak Jamil, akhirnya penyakit istri bapak dapat kami ketahui, infeksi pankreas, pengobatan selanjutnya menjadi lebih mudah.” Mendengar dokter itu berkata, saya tertegun dan meneteskan air mata. Di dalam hati saya berkata, “Mamak, do'amu tak terdengar olehku, tetapi terasa dalam hidupku.”
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Jamil Azzaini sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.