QS. Luqman:17 : "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). "
|
![]() |
http://jamilazzaini.com |
![]() |
http://facebook.com/jamilazzaini |
![]() |
http://twitter.com/jamilazzaini |
Jum'at, 27 September 2013 pukul 19:19 WIB
Penulis : Jamil Azzaini
Dalam salah satu tulisan saya, seorang pembaca, mas Hermanto berkomentar, “Kenapa sekarang tulisannya agak sedikit terkesan selalu membanggakan diri sendiri, kek. Tulisan-tulisan dahulu lebih enak dibaca untuk menjadi inspirasi banyak orang. Mungkin bisa menjadi pertimbangan di kemudian hari. Terima kasih.”
Membaca komentar tersebut, saya tersedu. Menangis karena senang sekaligus terharu karena ada yang mengingatkan. Air mata yang tertumpah ini juga sinyal bahwa ada perasaan khawatir menelisik ke dalam hati, benarkah saya telah membanggakan diri alias sombong?
Saya baca ulang artikel itu, ternyata memang ada cita rasa kesombongan. Walaupun saat menuliskannya, tak ada sedikitpun niat untuk sombong atau membanggakan diri. Sungguh, kesombongan itu seperti aliran darah. Ia ada, namun sering tak terasa. Bahkan kesombongan seringkali terbungkus dengan apik, sehingga terkesan itu kebaikan.
Berulang kali saya mohon ampun kepada Allah sembari memohon agar dijauhkan dari penyakit hati terutama sombong. Namun, hingga saya menulis tulisan ini, saya masih gelisah dan khawatir, mungkinkah saya masih punya penyakit sombong di dalam hati, tetapi saya tidak menyadarinya?
Setan durhaka kepada Sang Pencipta karena kesombongan. Setan merasa lebih mulia dibandingkan manusia. Qarun dikubur ke dalam bumi karena sombong. Qarun merasa kaya raya karena jerih payahnya, padahal semua harta di dunia ini adalah milik Sang Mahakaya.
Fir’aun ditenggelamkan ke Laut Merah pun karena merasa sombong. Raja Mesir ini merasa setara dengan Tuhan, bisa menentukan hidup dan matinya manusia. Dan, betapa banyak orang-orang yang sombong saat ia muda, kemudian terhina saat ia tua.
Kegelisahan dan ketakutan saya semakin menjadi saat ingat pesan guru ngaji saat kuliah dulu, “Orang sombong tak akan mencium bau surga.” Di dalam hati saya berkata, mencium bau surga saja tidak, apalagi menjadi penghuninya. “Oh my God! Saya manusia yang masih sering alpa, maka ampunilah saya dari perasaan sombong dalam bentuk apapun.”
Sambil harap-harap cemas memohon Allah mengampuni kesombongan itu, saya sampaikan terima kasih atas nasehat mas Hermanto. Rasa hormat dan terima kasih saya hanya bisa saya balas dalam bentuk do'a untuk mas Hermanto sekeluarga. Semoga saya dan Anda para pembaca dijauhkan dari penyakit-penyakit hati yang sering datang tanpa diundang.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Jamil Azzaini sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.