QS. An-Nahl : 97 : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
|
![]() |
http://jamilazzaini.com |
![]() |
http://facebook.com/jamilazzaini |
![]() |
http://twitter.com/jamilazzaini |
Senin, 9 September 2013 pukul 20:00 WIB
Penulis : Jamil Azzaini
Usai memberikan seminar ON Parents di Yatim Mandiri, Ahad lalu, badan saya menggigil. Selain itu, batuk dan sakit tenggorokan juga semakin menyiksa. Dengan kondisi seperti ini, saya memutuskan istirahat di rumah.
Saat istirahat, Senin sore esoknya, saya mendengar kabar ibunda ustadz Yusuf Mansur meninggal dunia. Saya berniat takjiah, namun anak saya melarang, “Bapak belum sehat, istirahat saja dulu di rumah.” Saya menuruti nasihat anak saya.
Ternyata, saat kita sakit kemudian menerima berita duka cita, itu memberi pelajaran yang sangat dalam dan berarti. Ketika itu saya merenung, “Bagaimana apabila setelah ibunda Yusuf Mansur dipanggil, giliran saya yang dicabut nyawanya? Apakah bekal saya sudah cukup? Apakah saya bisa memeluk Sang Nabi di akhirat nanti? Kewajiban apa yang belum saya tunaikan? Adakah hutang yang belum saya bayar?”
Setelah melalui proses perenungan satu malam, Selasa pagi saya teringat, bahwa ternyata saya masih punya hutang yang lumayan besar dan belum saya lunasi. Saya lupa karena selama ini orang tersebut tidak pernah menagih kepada saya. Memang dulu saya pernah terjebak hutang kepada banyak orang, hingga ada yang terlupa untuk membayarnya.
Menyadari kelalaian itu, akhirnya saya angkat telepon kepada si pemberi hutang. Saya meminta maaf atas kelalaian saya dan saya meminta nomor rekening agar saya bisa segera membayar hutang. Jawaban yang saya peroleh, “Mas Jamil gak usah transfer, uangnya buat mas Jamil dan anak-anak yang kuliah di Jerman. Kebaikan yang saya peroleh dari mas Jamil jauh melebihi hutang mas Jamil kepada saya.”
Sesaat saya tak bisa bicara, bulu roma saya merinding, air mata menetes perlahan di pipi. Usai menutup telepon, saya mendo'akan orang itu dan mengadu kepada Allah, “Ya Allah, betapa banyak nikmat yang Engkau berikan kepadaku walau masih sangat sedikit kebaikanku. Masih sedikit amal shalehku. Aku malu kepada-Mu.”
Saat saya sedang menikmati suasana itu, ada panggilan telepon dari nomor yang tidak saya kenal. Ternyata telepon dari KBRI di Mesir yang mengundang saya untuk berbagi inspirasi di sana. Kebahagian tentu semakin bertambah, karena Mesir memang salah satu negara yang sudah lama ingin saya kunjungi.
Sungguh hidup ini indah dan penuh misteri. Pada awalnya saya mengingat mati, namun yang saya peroleh justru rezeki yang tiada terduga sama sekali.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Jamil Azzaini sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.