Ibn Qudamah : "Ketahuilah, waktu hidupmu sangat terbatas. Nafasmu sudah terhitung. Setiap desahnya akan mengurani bagian dari dirimu. Sungguh, setiap bagian usia adalah mutiara yang mahal, tak ada bandingannya."
Alamat Akun
http://kopiradix.kotasantri.com
Bergabung
1 Mei 2009 pukul 23:11 WIB
Domisili
Jakarta Selatan - DKI Jakarta
Pekerjaan
Mahasiswa
Tulisan Muhammad Lainnya
Waduk Pulomas, Riwayatmu Dulu
9 Juli 2013 pukul 21:00 WIB
Satu Kata
8 Juli 2013 pukul 23:00 WIB
Dilema Superblok Ibu Kota
3 Juli 2013 pukul 20:00 WIB
Renungan Setelah Ditegur Petugas Keamanan
27 Juni 2013 pukul 20:00 WIB
Terapi Patah Hati
23 Juni 2013 pukul 11:00 WIB
Pelangi
Pelangi » Refleksi

Senin, 15 Juli 2013 pukul 21:00 WIB

Pelajaran Berharga di Antara Kesejukan Alam

Penulis : Muhammad Nahar

“Orang Jakarta itu aneh, susah payah mencari uang hanya untuk dibuang-buang di Puncak, padahal dari dulu Puncak kan cuma gitu-gitu aja,” demikian kata seorang pemuka masyarakat di Desa Tugu. Keindahan pemandangan alam yang memukau banyak orang dari kota ternyata merupakan sesuatu yang biasa saja bagi mereka. Sebuah ironi yang menunjukkan betapa mudah manusia merasa bosan dengan apa yang dihadapinya sehari-hari. Mungkin mereka membayangkan betapa nikmatnya hidup di kota besar yang penuh sensasi gemerlapan, gedung bertingkat yang menjulang menggapai langit, dan suasana hiruk pikuk penuh kesibukan.

Sebagai contoh kecil, di jalan menuju perkebunan teh, ada sebuah mushala sederhana yang berdekatan dengan sungai kecil berarus deras. Derasnya arus sungai itu menimbulkan suara yang menyejukkan jiwa siapapun yang mendengarnya. Namun bagi warga di sana, mungkin hal itu hanyalah sesuatu yang bisa dilewatkan begitu saja. Bagi mereka, apakah artinya sebuah sungai kecil berair bening dengan arus yang deras. Suatu hal yang mereka anggap biasa. Padahal di toko-toko musik bisa kita temukan CD impor berisi musik-musik bernuansa alami yang berharga mahal. Musik-musik tersebut banyak dicari orang kota untuk membantu bermeditasi guna menghilangkan penat dan stres. Semoga saja mereka masih menunaikan shalat berjama'ah di mushala tersebut. Bayangkan, betapa indahnya duduk bertafakur setelah menunaikan shalat sambil mendengarkan deburan air jernih yang mengalir di sungai sebelah mushala tersebut.

Di pertengahan jalan dari penginapan ke jalan raya, ada sebuah taman yang indah dengan kolam ikan yang menyejukkan pandangan. Taman itu terletak di pinggir sebuah sungai yang mengalir deras bergemuruh. Gemuruh yang menghasilkan alunan musik yang jauh lebih indah daripada yang dihasilkan alat musik tercanggih buatan manusia.

Lokasi acara itu sendiri adalah sebuah tanah lapang yang sangat indah di tengah kebun teh. Mirip sekali dengan padang savana yang ditampilkan di sebuah film yang soundtrack-nya dinyanyikan Koes Ploes (why do you love me, so sweet and tenderly) atau stage-nya Rock Adams dalam game Soul Edge. Mereka tidak tahu bahwa anak-anak di kota-kota besar hanya bisa menyaksikan pemandangan seindah itu dalam acara TV atau permainan video game. Sedangkan mereka dan anak-anaknya melalui tanah lapang yang sangat indah itu setiap hari tanpa menyadari keindahan yang ada di dalamnya, apalagi mensyukuri keindahan tersebut. Sungguh disayangkan.

Manusia cenderung kurang atau bahkan tidak menghargai segala sesuatu yang melimpah. Kita semua pasti sepakat apabila dikatakan bahwa udara adalah sesuatu yang penting bagi kita. Namun, adakah di antara kita yang menyempatkan diri untuk bersyukur atas nikmat udara yang kita hirup sehari-hari? Mirip dengan kisah klasik ajaran Zen. Ikan yang baru dimasukkan ke dalam sebuah kolam sangat bersyukur atas jernihnya air di kolam tersebut. Tidak henti-hentinya dia mengucap syukur dan membicarakan kejernihan air di tempatnya yang baru itu. Namun, teman-temannya sesama ikan di kolam tersebut malah heran. Bahkan ada yang mengejek dan bertanya, apa tidak ada hal lain yang perlu dibicarakan?

Sebagian besar manusia memang lebih suka memperturutkan keinginan ego dengan mencari sensasi. Mereka menggantungkan kegembiraan dan kebahagiaan mereka pada apa yang ada di luar diri mereka sendiri. Mereka yang berkecukupan harta menghibur diri di diskotik, bioskop, kafe, dan mall; berselancar di dunia maya dan tenggelam dalam interaksi jejaring sosial. Sementara itu yang miskin menghibur diri dengan orkes dangdut dorongan, radio, TV, atau layar tancap. Zat-zat stimulan pun dikonsumsi secara berlebihan, mulai dari rokok hingga narkoba. Sensasi demi sensasi membuat manusia memboroskan energi vital kehidupannya, sehingga dia menjadi cepat lelah, mudah terserang stres, dan sering jatuh sakit. Sementara itu, kebosanan yang menghantui kehidupan mereka tidak juga hilang bahkan semakin bertambah.

Pada akhirnya, hanya kesadaran akan nikmat Allah SWT itulah yang membuat kita terhindar dari kebosanan yang menghantui kehidupan ini. Baik di kota besar yang penuh gemerlap sensasi atau desa kecil yang penuh kesejukan dan ketentaraman.

Sebuah pelajaran berharga yang terlalu sayang kalau hanya dilewatkan begitu saja.

Suka

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Muhammad Nahar sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

rainbow | Karyawan Swasta
KSC makin keren sekarang, fitur-fiturnya udah kaya FB aja. ;)
KotaSantri.com © 2002 - 2023
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.0748 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels