QS. Al-'Ankabuut : 64 : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui."
Alamat Akun
http://kopiradix.kotasantri.com
Bergabung
1 Mei 2009 pukul 23:11 WIB
Domisili
Jakarta Selatan - DKI Jakarta
Pekerjaan
Mahasiswa
Tulisan Muhammad Lainnya
Terapi Patah Hati
23 Juni 2013 pukul 11:00 WIB
Situ Gintung
22 Juni 2013 pukul 08:00 WIB
Untuk Apa Mengkaji Zionisme?
16 Juni 2013 pukul 21:00 WIB
Siapkah Kita Menghadapi Ramadhan?
10 Juni 2013 pukul 20:00 WIB
Jakarta-ku Sayang, Jakarta-ku Malang
4 Juni 2013 pukul 22:00 WIB
Pelangi
Pelangi » Refleksi

Kamis, 27 Juni 2013 pukul 20:00 WIB

Renungan Setelah Ditegur Petugas Keamanan

Penulis : Muhammad Nahar

Beberapa waktu yang lalu, saya berkunjung ke suatu pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Pusat. Di satu tempat di mall tersebut, ada sekelompok orang sedang membongkar hiasan-hiasan yang mewah. Karena membawa HP berkamera, saya iseng memotret. Yang membuat saya tertarik untuk memotret adalah karena keluarga tersebut sepertinya menyewa tempat yang lumayan luas di sebuah mall di Jakarta.

Memang, entah kenapa hampir tidak ada hal yang menarik bagi saya selain perbedaan antara kaum aghniya/kaya dan kaum dhuafa/miskin. Mungkin pengaruh lagu-lagu Iwan Fals yang saya gemari saat masih duduk di bangku SMP dulu.

Namun, aksi paparazi yang saya lakukan itu ternyata tidak sukses. Seorang petugas keamanan yang berbadan tinggi dan tegap menghampiri saya. Dengan ramah namun tegas beliau bertanya, “Bapak siapa? Ada perlu apa memotret di sini?”

Beliau lalu mengatakan bahwa apabila kita ingin memotret untuk kenang-kenangan keluarga atau yang lain, diminta terlebih dahulu melapor ke petugas keamanan. Saya hanya bisa mengakui kesalahan saya dan terus terang mengatakan bahwa saya tidak tahu kalau ada peraturan seperti itu. Untung masalahnya tidak berkepanjangan.

Sambil pulang ke rumah, saya merenungi kejadian tadi. Memang kurang etis memotret sembarangan seperti itu, bukankah semua orang punya privacy yang harus dihargai?

Namun, perbedaan antara kaum kaya dan kaum miskin itu tetap terpatri di pikiran saya. Tidak jauh dari pusat perbelanjaan tadi, ada kehidupan lain yang sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam mall tadi.

Satu hadits yang muncul dari alam bawah sadar saya saat itu adalah, Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?" Sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan." Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu diapun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim).

Hadits di atas menggambarkan orang-orang yang banyak beramal shaleh tetapi juga membawa dosa-dosa yang terjadi dalam interaksi sosial sesama manusia seperti menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Hal itu saja sudah lebih dari cukup untuk membuat kita bergidik ngeri membayangkan akibatnya.

Bagaimana lagi dengan orang-orang yang amal shalehnya bisa dibilang hampir tidak ada dan menghabiskan masa hidup mereka yang hanya beberapa waktu saja di dunia ini dengan berfoya-foya, menghamburkan umur, harta, dan sebagainya tanpa mau berbagi pada sesama. Tentu akan jauh lebih mengerikan lagi akibatnya.

Bayangkan perasaan orang-orang miskin tersebut saat ada orang yang berkata, “Ibu-ibu, bapak-bapak sekalian, maaf saya belum bisa membantu meringankan beban penderitaan anda sekalian. Kami ingin terlebih dahulu memuaskan hawa nafsu kami untuk bermewah-mewah. Kami ingin merayakan terlebih dahulu ulang tahun anak-anak kami atau pernikahan kami dengan pesta-pesta yang megah terlebih dahulu. Ibu bapak sekalian bersabar dulu saja ya. Kalau ada yang mati kelaparan, yah anggap aja sudah waktunya.”

Tentu saja tidak ada orang yang cukup sinting untuk mengatakan kata-kata menyakitkan itu tepat di depan muka orang-orang miskin, jika tidak mau kehilangan nyawa. Namun, kata-kata seperti itu seakan-akan diucapkan melalui kemewahan biasa yang dipertontonkan orang-orang kaya, baik secara langsung atau melalui saluran penyedia informasi seperti TV atau internet. Gedung-gedung tinggi menjulang angkuh, sementara di sekitarnya orang-orang miskin melihat dengan pandangan mata nanar sampai menahan lapar melihat orang-orang kaya berlalu lalang dengan atau tanpa sadar memamerkan kemewahan yang mereka miliki.

Dalam sejarah, kita mengenal dua peristiwa yang mengerikan, Revolusi Perancis atau Revolusi Rusia. Memang benar kedua revolusi itu tidak akan terjadi tanpa campur tangan secret societies yang mendominasi percaturan politik di kedua negara tersebut. Namun, tanpa adanya jurang pemisah yang luar biasa besar antara kaum kaya dan kaum miskin, sulit membayangkan kedua revoulsi itu akan terjadi.

Kemewahan memang melumpuhkan empati, kenyamanan memang melenakan jiwa. Jarang sekali ada orang yang mau benar-benar belajar dari orang-orang miskin dan benar-benar memahami mereka seperti Muhammad Yunus. Muhammad Yunus mempercayai bahwa manusia memiliki kemampuan inheren untuk mempertahankan kehidupannya. Fakta bahwa orang miskin masih ada sudah cukup bagi beliau untuk percaya bahwa kaum miskin memiliki kekuatan yang cukup untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih jauh, Muhammad Yunus dengan tegas menyatakan bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh orang-miskin. Jadi kita tidak boleh menuduh mereka. Kemiskinan sesungguhnya diciptakan oleh sistem sosial dan ekonomi yang kita desain untuk dunia ini. Institusi-institusi yang telah kita buat dan kita banggakan itulah yang menciptakan kemiskinan.

Suka

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Muhammad Nahar sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

Desy Rahayu | Pegawai
Saya baru bergabung di KotaSantri.com setelah saya membaca beberapa cerita yang sangat menarik, saya berkeinginan juga untuk berbagi cerita dengan Anda semua.
KotaSantri.com © 2002 - 2024
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.0974 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels