Ust. Aam Amiruddin : "Sesungguhnya sepercik kejujuran lebih berharga dari sebongkah cinta. Apa arti sebongkah cinta kalau dibangun di atas kebohongan? Pasti rapuh bukan? Betapa indahnya apabila kejujuran dan cinta ada pada diri seseorang. Beruntunglah Anda yang memiliki kejujuran dan ketulusan cinta."
Alamat Akun
http://meraldanindyasti.kotasantri.com
Bergabung
9 Februari 2009 pukul 13:00 WIB
Domisili
Sidoarjo-Malang - Jawa Timur
Pekerjaan
Mahasiswa
Tulisan Meralda Lainnya
Catatan Hati Tomat (Tobat tapi Maksiat)
17 Mei 2010 pukul 17:10 WIB
Antara Aku, Dirimu, DiriNya
26 November 2009 pukul 17:15 WIB
Pedih itu Bernama Keluarga
8 November 2009 pukul 15:17 WIB
(Bukan) Ukhuwah Musiman
27 Oktober 2009 pukul 15:00 WIB
Ternyata, Tak Seshalihah yang Kukira
22 Oktober 2009 pukul 20:13 WIB
Pelangi
Pelangi » Refleksi

Jum'at, 11 Juni 2010 pukul 16:00 WIB

Tolong, Aku Ada Masalah Lagi Terdesak!

Penulis : Meralda Nindyasti

"Hidup ini tak lebih dari kumpulan masalah," kata dr. Arief Alamsyah dalam suatu sesi motivation training di FKUB. Dosen saya ini memang belum ada tandingannya dalam memberikan pencerahan pada anak didiknya. Karena itulah, saya dan teman-teman sekampus, bahkan se-fakultas pun begitu amat suka di'tabok' dan makin 'ketagihan' dengan hikmah-hikmah yang beliau paparkan. Wajar jika beliau dikatakan sebagai trainer senior di Trustco.

Tak terkecuali dengan sepenggal kalimat dari beliau yang saya adopsi untuk note kali ini. Kalimat itu sudah lama ada di memori otak saya (tepatnya bertahun-tahun), tapi baru beberapa hari ini saya merenunginya lebih dalam. Terkadang, momentum itu penting, untuk membuat saya bisa kilas balik kehidupan yang telah lalu. Momentum itu terjadi di kantin FKUB. Seminggu yang lalu, beberapa adik kelas sengaja menemui saya, tidak tanggung-tanggung, 3 orang. Tetapi dengan tema 'curhatan' yang berbeda. Sampai suatu perbincangan tentang kehidupan mereka, dengan begitu saja saya melontarkan kalimat yang diucapkan dr. Arief. Saya memang seorang nona yang suka berbicara, namun kalimat yang terlontar begitu saja dari bibir saya ini, membuat saya tercekat seketika itu juga. Alasannya adalah karena sampai pada kalimat tersebut, saya hampir belum mampu mencerna maksud dan mengapa bisa dr. Arief memiliki konsep kehidupan seperti itu. Yang tidak saya terima adalah mengapa harus ada kata "tak lebih dari" pada kalimat itu.

Sampai pada hari Sabtu minggu lalu, saat saya menjadi moderator di Sekolah Mawapres FKUB, saya kembali merenunginya lebih dalam. Dan ternyata benar, ya saya sepakat. "Hidup ini tak lebih dari kumpulan masalah."

Kata "tak lebih dari" bukan suatu prasyarat bahwa konsep kehidupan adalah sesempit itu. Tidak. Mengapa? Karena masalah hakikatnya adalah suatu sinyal dari Allah agar kita memperbaiki diri. Itulah alasan ketika hidup adalah kumpulan masalah, maka itu adalah cara Allah agar kita memperbaiki diri terus-menerus, tiada henti hingga akhir hayat menemui. Tak lain untuk mendayagunakan potensi kita agar bermanfaat untuk orang lain dan menapaki tangga-tangga keimanan lebih tinggi.

Sama halnya dengan saudara sepupu saya yang juga kuliah di FKUB. Baru tadi malam ia mengaku bahwa pernah pada suatu ketika, uang sakunya dalam sebulan tinggal 30ribu. Sementara masih ada hari-hari depan yang harus ia lalui. Saat itu ia berpikir bahwa ini memang masalah. Masalah keuangan lebih tepatnya. Sementara ia segan (anti, lebih tepatnya) jika harus merengek pada ayahnya untuk mengirimkan uang 'tambahan' padanya, karena ia tahu tentu itu amat memberatkan finansial keluarga dengan 3 orang adiknya yang masih sekolah. Saya pikir ini memang suatu keadaan yang membuatnya terdesak. Ya, ia menemui keterdesakan. Tapi apa yang dilakukan adik saya itu? Ia memutar uang 30ribu hingga bisa menjadi lebih dari 30rb. Ia sisihkan 16 ribu dari uang sakunya itu untuk dijadikan sebagai modal jualan roti bakar. Ia cukup paham bagaimana kondisi perut teman-teman sekelasnya, Gizi Kesehatan 2009. Kuliah pagi, pulang sore. Menjual roti bakar tentu bisa dijadikan sebagai amal ibadah untuk membantu teman-teman yang lebih sering kelaparan saat jam-jam pertama kuliah. Saya akui, mahasiswa kedokteran pada umumnya tidak sempat sarapan, entah mengapa. Pada akhirnya, adik saya itu sekarang telah memiliki pasar yang cukup luas dan setiap harinya tidak pernah absen untuk produksi roti bakar yang dijual dengan harga amat sangat terjangkau. Alhamdulillah, saya pikir mungkin juga karena keluarga besar papa saya lebih banyak terjun di bidang bisnis, sehingga turunan-turunannya, tak kerkecuali saudara sepupu saya ini terbawa jiwa-jiwa enterpreneur-nya (semoga Allah memberkahinya)

Ada lagi saudara saya, ia seorang yang amat sangat berani mengambil risiko kehidupan. Berhubung orangnya teguh pendirian (jikalau tidak mau disebut keras kepala), ia dengan berani mengatakan pada ibunya dalam suatu kesempatan pembicaraan via telepon. "Bu, aku gak usah dikirimin uang lagi." Alasannya? Kupikir karena ia ingin mandiri sedari awal menempuh bangku perkuliahan. Padahal, tak satupun pekerjaan yang saat itu sedang ia pegang sebagai sumber penghasilan. Tinggal di kota besar dengan keberanian ala bocah-bocah Suroboyo, mungkin menjadi mental yang saat itu pantas untuk diasah. Maka, inilah yang disebut menciptakan keterdesakan untuk menunjang akselerasi perubahan. Dan saudara saya komitmen dengan itu. Untuk membuat perubahan pada dirinya, ia tidak menunggu kondisi, tapi menyengajakan diri. Sebatas yang kutahu, kondisinya saat ini masih diliputi oleh semangat bekerja keras dan bertanggung jawab (semoga Allah merahmatinya).

Berawal dari keterdesakan, mereka berubah. Tak peduli apakah menemui keterdesakan atau menciptakan keterdesakan. Karena Keterdesakan sendiri hakikatnya adalah salah satu cara terbaik dari Allah untuk membuat hamba-Nya berubah, tak perlu menunggu hamba-Nya siap, tak perlu menunggu hamba-Nya banyak ilmu, tak perlu menunggu hamba-Nya dibenarkan oleh semua orang, dan tak perlu menunggu semua kondisi baik, maka keterdesakan itu Ia beri. Tak lain agar, kita segera mengambil tindakan untuk memulai dan melakukan perubahan. Dan itulah yang saudara-saudara saya lakukan, bertindak hal terbaik sesuai kapasitasnya dan komitmennya.

Saya jadi ingat penuturan seorang muslimah yang saya amat merindukannya hari ini. "Di keluargaku, uang 1000 itu sering dijadikan awal sebab debat dan pertengkaran. Alda jadi bisa membayangkan kan, bagaimana finansial keluargaku. Di desaku, aku satu-satunya anak yang bisa merasakan sekolah sampai perguruan tinggi, Da. Alda jadi bisa membayangkan kan, bagaimana terpencilnya rumah dan desaku di Madura itu, listrik pun hanya rumahku yang punya. Sekalipun begitu amat sangat sederhananya hidupku, tapi aku tidak pernah khawatir akan rejeki. Yang membedakan orang hidup dan orang mati salah satunya adalah tentang rejeki. Orang mati itu terhenti lagi terputus rejekinya. Karena kita masih dibiarkan hidup, maka percayalah. Allah masih menjamin rejeki kita mengalir, walau terkadang tidak selancar jatuhnya air terjun dari tingginya tebing. Asal bersyukur."

Bebicara tentang masalah dan keterdesakan, maka banyak hikmah yang akan terungkap. Tak terkecuali beberapa ayat yang Allah tunjukkan pada saya dalam seminggu ini. Pertama, "Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia." (QS. Al-Maidah : 32).

Ayat ini sebenarnya begitu sederhana, namun entah mengapa saat itu hati saya tertegun membaca dan meresapinya. Ya , memelihara kehidupan. Indah sekali kalimat ini. Menurut saya, ayat tersebut adalah satu-satunya alasan mengapa sekarang kita seperti ini. Hidup seperti ini dengan lingkungan, sahabat-sahabat, dan kondisi yang seperti ini.

Itulah alasan. Hukum sebab akibat atas apa-apa yang terjadi di dunia ini. Termasuk keberadaan kita sekarang. Pasti pernah atau bahkan sering, kita dipertemukan oleh Allah dengan saudara-saudara yang amat sangat membutuhkan bantuan. Mereka ditimpa ujian yang berat. Dan mengapa Allah menjadikan kita ada di sekitar mereka? Tak lain karena Allah memberi kita kesempatan utntuk memelihara kehidupan seorang manusia. Maka berbanggalah dan berbahagialah engkau, wahai saudaraku, karena Allah mengijinkan kita terpelihara dalam pribadi yang baik, sehingga kita diberi tugas yang amat sangat mulia untuk memelihara kehidupan yang Ia ciptakan.

Kedua, "Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat seraya tunduk kepada Allah." (QS. Al-Maidah : 55).

Kesan pertama saya terhadap ayat ini adalah menakjubkan. Betapa Allah telah menjamin, seberat apapun ujian yang Ia beri, maka percayalah, Allah telah menyediakan pasukan-pasukan yang akan menjadi perantara lagi pengantar datangnya pertolongan-Nya.

Itulah alasan. Hukum sebab akibat atas apa-apa yang terjadi di dunia ini. Termasuk keberadaan kita sekarang. Pasti pernah kita ada di posisi seorang hamba yang amat sangat membutuhkan bantuan, pertolongan, kekuatan, dan kesabaran. Dan mengapa kita harus merasakan sesi kehidupan seperti itu? Tak lain karena Allah memberi kita kesempatan untuk percaya akan sesuatu yang tidak mampu kita jamin, tetapi Allah telah menjaminnya. Itulah, pasukan-pasukan Allah yang dikirim untuk meringankan beban kita. Merekalah orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat, menunaikan zakat seraya tunduk pada Allah. Karena itu, berbangga dan bergembiralah, jangan pernah segan untuk percaya bahwa pertolongan Allah datang melalui tangan-tangan orang beriman, datang melalui saudara seakidah kita sendiri, datang melalui saudara yang Allah percaya pada mereka untuk mempermudah urusan kita. Mengutip kalimat Pak Mario Teguh, ketika kita ikhlas ber-Tuhan, maka konsekuensinya, kita harus ikhlas meyakini bahwa tidak ada satupun skenario Allah yang tidak baik untuk hamba-Nya.

Ya, ketika hidup tak lebih dari kumpulan masalah. Maka itulah cara Allah untuk membuat kita terus menerus berbenah diri. Kesempatan menjadi sempurna tidak dimiliki oleh siapa pun, tetapi kesempatan untuk mendekati sempurna masih terbuka lebar. Karena itulah, perkuat lagi azzam kita, "Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah semata."

Suka

Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Meralda Nindyasti sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.

Aryani | Karyawan Swasta
Salam kenal buat semua teman-teman penghuni KotaSantri.com. Sempat tau situs ini dari beberapa artikel yang dikirim oleh teman ke inboxQu. Tetapi, setelah dibuka banyak yang berguna buatQu. Semoga terus bermanfaat bagi sesama.
KotaSantri.com © 2002 - 2024
Iklan  •  Jejaring  •  Kontak  •  Kru  •  Penulis  •  Profil  •  Sangkalan  •  Santri Peduli  •  Testimoni

Pemuatan Halaman dalam 0.0902 Detik

Tampilan Terbaik dengan Menggunakan Mozilla Firefox Versi 3.0.5 dan Resolusi 1024 x 768 Pixels