Ibn. Athaillah : "Di antara tanda keberhasilan pada akhir perjuangan adalah berserah diri kepada Allah sejak permulaan "
|
![]() |
http://aishliz.multiply.com |
![]() |
http://friendster.com/http://friendster.com/aishliz |
Kamis, 26 Februari 2009 pukul 03:20 WIB
Penulis : Lizsa Anggraeny
Hampir sebulan tak terasa. Berada di tanah air, yang seharusnya ditinggalkan beberapa minggu yang lalu. Ada sebuah alasan yang mungkin tak masuk akal. Terutama bagi orang yang tidak pernah percaya sebuah mimpi seperti saya. Apa arti mimpi? Tak lebih dari sekedar bunga tidur.
Tapi entahlah, dengan alasan mencari jawaban mimpi, kenyataannya, kini saya bertahan di tanah air. Meninggalkan suami yang lebih dahulu berangkat kembali ke negeri Sakura.
***
Perempuan itu selalu datang. Entah di mimpi saya yang ke berapa. Dengan gendongan lusuh penuh harap. Lirih suaranya melantun di kejauhan, "Titip bayi ini." Setiap kejaran kaki mendekat, wanita dengan gendongan lusuh menghilang. Meninggalkan satu hati berjuta tanya.
Bayi? Di mana saya harus mencari bayi tersebut? Apakah ia akan lahir dari rahim saya? Tidak! Sepertinya tak mungkin! Dalam terapi infertilisasi saya yang terakhir, dokter ahli yang menangani telah angkat tangan. Tujuh kali program bayi tabung tanpa hasil, membuat hormon dalam tubuh saya mengalami gejala menopouse dini. Saya hamil? "Hanya keajaiban Tuhan yang bisa membuatnya! Tim dokter angkat tangan!" Terngiang kembali kata-kata terakhir sang dokter. Yang membuat badan dan hati saya serasa terbanting dari sebuah tempat yang tinggi. Remuk redam!
Perempuan dalam mimpi, saya tak pernah mengenal wajahnya jelas. Ia selalu tersamarkan dalam kabut. "Tolong jaga dia, kasian badannya kurus." Pernah ia kembali hadir dengan bayi dalam balutan selimut. Setiap saya mendekat, ia menghilang. Meninggalkan saya dengan jabang bayi tertidur lelap.
Panti asuhan, saya dan suami mulai rajin mencari bayi dan perempuan dalam mimpi melalui beberapa panti yang ada. Hal yang gila memang! Tapi apa peduli orang. Saya percaya akan satu rasa. Naluri keibuan. Meski hasilnya nihil, saya percaya bayi itu akan saya temukan. Saya ingin menjaga bayi kurus kecil tersebut, sesuai permintaan sang perempuan dalam mimpi.
***
Wajah mungil menatap saya lekat dalam box bayinya. Kemudian menjulurkan tangan riang saat suami mendekat. Wajahnya penuh dengan bintik-bintik jerawat, memerah, dengan berat badan saat dilahirkan hanya 2,2 gram. "Bayi terkurus." Begitu ucap petugas Panti Asuhan yang menjelaskannya pada saya dan suami.
Entah ada pertalian batin, saya dan suami begitu ingin melindungi bayi tersebut. Terlebih saat petugas panti menjelaskan kedua orangtuanya sudah meninggal. "Ibunya meninggal saat melahirkan." Begitu penjelasan yang saya terima. Deg! Jangan-jangan... Entahlah, tiba-tiba desir bulu kunduk berdiri.
***
Perempuan dalam mimpi kembali hadir. Kali ini tanpa gendongan lusuh. "Terima kasih. Tolong jaga dia." Lirih ucapnya di kejauhan. Meninggalkan saya yang terbangun dalam menggigil, tak percaya. Sejak saat itu, perempuan dalam mimpi tak pernah hadir lagi.
Kini, saya masih di tanah air. Mengurus semua prosedur untuk pengangkatan bayi tersebut. Tak semudah yang diduga. Karena ada beberapa tes dan uji kesabaran dalam hal administrasi yang perlu saya selesaikan. Cukup memakan waktu. Termasuk prosedur dari dinas sosial yang harus saya penuhi.
Tapi saya percaya, Insya Allah, semua akan terselesaikan dengan lancar. Semoga saya dan suami dapat menjaga sosok mungil tersebut sesuai yang diamanahkan.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Lizsa Anggraeny sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.