HR. Ad-Dailami : "Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi aib orang lain."
|
![]() |
http://dekaes.com |
![]() |
mujahid.alamaya@kotasantri.net |
![]() |
mujahid.alamaya@kotasantri.net |
![]() |
mujahid.alamaya |
![]() |
mujahid.alamaya |
![]() |
http://facebook.com/alamaya |
![]() |
ponggawa.ksc@gmail.com |
Senin, 23 Februari 2009 pukul 03:20 WIB
Penulis : Mujahid Alamaya
Beberapa bulan terakhir ini, banyak teman saya yang menikah. Dan, mereka pun mengundang saya. Lokasi resepsinya beragam, mulai di rumah sampai di gedung mewah. Sebagai seorang muslim, saya wajib memenuhi undangan tersebut. Dengan berbekal alamat dan peta lokasi yang tertera di surat undangan, saya berangkat menuju lokasi resepsi dengan keyakinan bakal menemukan lokasi resepsi dengan mudah dan tidak nyasar.
Tapi, setelah sampai di wilayah yang dimaksud, saya dibuat bingung dengan peta lokasi yang tertera di surat undangan. Di peta begini, tapi kenyataannya begitu. Setelah tanya sana-sini dengan bermodalkan alamat yang tertera di surat undangan, akhirnya saya dapat menemukan lokasi yang dimaksud, walaupun sebelumnya nyasar terlebih dahulu dengan keluar masuk jalan atau gang. Bahkan sempat salah masuk ke pekarangan rumah orang lain.
Pernah suatu ketika, lokasi yang dimaksud melewati pasar besar. Tapi di peta, tidak terdapat petunjuk adanya pasar. Walhasil, saya dan teman-teman dibuat bingung. Bahkan ada peta yang tidak mencantumkan nama jalan, tapi hanya mencatumkan nama gedung dan perempatan. Hasilnya, kami harus muter-muter karena salah jalan. Alhamdulillaah, dengan bertanya, kami bisa menemukan lokasi yang dimaksud.
Lain lagi dengan pengalaman beberapa tahun yang lalu. Saya dan teman-teman salah masuk lokasi resepsi. Ketika tiba di wilayah yang dimaksud, kami langsung masuk lokasi. Tapi pas berhadapan dengan pengantin, kami kaget bukan kepalang, ternyata pengantinnya bukan teman kami. Setelah bisik-bisik dengan teman, kami tidak keluar lokasi resepsi, tapi langsung bersalaman dan mengambil prasmanan seperti layaknya dalam resepsi pernikahan.
Sambil prasmanan, kami ketawa-ketiwi sambil menahan rasa malu, memperkirakan bagaimana reaksi pengantin melihat kedatangan kami, dan menyayangkan teman kami yang memberikan alamat tidak jelas. Selesai prasmanan, kami berpamitan kepada pengantin. Setelah itu, berbekal informasi seadanya, kami menuju lokasi resepsi teman kami dan dapat menemukannya kira-kira 500 meter dari lokasi tadi.
Pengalaman di atas, begitu sarat makna. Di antaranya bagaimana sebaiknya jika seseorang memberikan 'tugas' kepada orang lain dan bagaimana sikap seseorang jika mendapat sebuah 'tugas'. Yang memberikan 'tugas', hendaklah memberikan petunjuk dengan jelas dan benar agar mudah dipahami si penerima 'tugas'. Dan yang mendapat 'tugas', jika dirasa mengalami kesulitan, jangan ragu-ragu untuk bertanya kepada siapapun yang lebih mengetahui.
Jika dianalogikan sebagai seorang muslim, dalam mempelajari Al-Islam, mungkin kita kurang paham atau mengerti dengan petunjuk yang ada. Oleh karena itu, kita harus banyak mempelajarinya dengan bertanya kepada orang yang dianggap menguasai ilmunya agar tidak tersesat dan selalu berada di jalan kebenaran yang diridhaiNya. Semoga saja, dengan banyak bertanya dan belajar, kita dapat memahami Al-Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan ini dengan baik dan benar.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Mujahid Alamaya sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.