QS. Luqman:17 : "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). "
|
![]() |
http://dhidaerna.multiply.com |
Kamis, 19 Maret 2009 pukul 17:01 WIB
Penulis : Ida Ernawati
Siang yang panas menyengat seluruh tubuhku. Keringat-demi keringat menetes di dahiku. Suasana tegang memaksa tubuhku berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan soal ujian ini. Padahal saat ini aku berada di ruang ber-AC, tetapi dinginnya AC sama sekali tidak bisa melawan panasnya pikiranku. Lab. komputer telah menyita seluruh konsentrasiku.
Portfolio optimal... Bagaimana aku harus mengalokasikan uang 10 milyar rupiah agar mendapatkan kombinasi saham atau obligasi yang optimal, tentu saja dengan return yang optimal pula. Bagaimana ini?
Download datanya susah banget, mana empat perusahaan yang aku pilih, perusahaan–perusahaan yang besar. Aku mulai kehilangan konsentrasi saat melihat waktu yang tersisa. Waktu tinggal lima belas menit, seru petugas penjaga lab.. Aku tergagap. Aku gagal, bisikku dalam hati.
Konsentrasiku yang tercurah saat itu mulai luntur oleh keputusasaan. Semangat yang menggebu-nggebu hilang sedikit demi sedikit. Tuts keyboard PC-ku mulai pelan-pelan ku tekan. Aku merasa tidak punya tenaga lagi, lemas. Kutulis nama dan nomor mahasiswaku, kuserahkan kertas hasil print-ku dan aku bergegas pulang.
Di dalam perjalanan, aku hanya bisa menangis. Sedih banget rasanya. Air mata tidak henti-hentinya mengalir dari mataku. Aku kecewa, sedih, menyesal. Semua perasaan bercampur aduk menjadi satu. Kesedihan ini benar-benar meruntuhkan duniaku. Aku yang biasanya sukses terjerembab ke suatu kegagalan yang menyiksa.
Aku tidak bisa mengatakan lagi luka seperti apa yang aku rasakan. Duniaku yang selama ini kutempati ternyata tidak ramah lagi. Aku sama sekali tidak punya perasaan apa-apa lagi saat ini. Hampa, perih, dan tidak punya masa depan.
Pikiranku tercurah terus ke situ, kucoba untuk melupakan dengan nonton Casino Royale-nya James Bond. Film itu begitu memikat seluruh perhatianku. Pikiranku diajak untuk mengikuti seluruh cerita di situ. Kadang aku menebak apa yang akan terjadi sehingga membuat aku begitu asyik mengikuti seluruh alur cerita. Benar-benar film yang mengagumkan seperti Mission Impossible-nya Tom Cruise.
Ketika aku pulang ke rumah lagi, kembali aku sendirian di kamar. Aku coba pejamkan mata, tetapi ternyata malah kesedihan yang kembali datang dalam pikiranku. Resah dan gelisah banget rasanya, ingin sekali curhat kepada seseorang, siapa saja.
Ku mulai tekan nomor kakakku, panggilanku tidak dijawab. Terus kulanjutkan ke adikku, aku mengalami hal yang sama juga. Aku mengomel, kok enggak pada ngangkat telpon sih. Aku mulai bunek dan pusing lagi. Perih, menyayat, membuatku merasa sesak untuk bernafas. Tuhan, tolonglah aku, jeritku dalam hati.
Ditengah kepanikanku saat ini, tiba-tiba pembantuku minta pulang dan tidak akan kembali lagi. Cobaan apa lagi ini, pikirku. Tetapi karena kesedihanku begitu memuncak, perasaan kaget menjadi tidak berarti apa-apa. Aku merasa lemas sekali dan tidak bisa berkata apa-apa.
Tanpa kusadari aku telpon nomor temanku, si Ikhsan. Seorang fresh graduate yang sedang mencari pekerjaan. Dia cukup enak diajak ngomong, kata-katanya sering menyejukkan. Maka itulah aku pilih dia untuk curhat.
Akhirnya aku telepon Ikhsan, aku ingin tumpahkan seluruh kesedihanku. Dengan halus dia menjawab teleponku, "Assalamu'alaikum..." Begitu dia menjawab salamku, langsung saja aku ceritakan seluruh kesedihanku saat ini. Ya, kegagalan dalam ujian dan pembantuku yang minta pulang. Dia mendengarkan seluruh ceritaku dengan sabar.
Setelah puas aku bicara, dengan pelan dia memberikan tanggapan. "Semua masalah pasti ada jalan keluar. Kalau masalah ujian kan belum tentu tidak lulus. Take is easy lah. Kita akan rugi kalau terlalu berlarut-larut dalam satu masalah yang jelas-jelas sudah berlalu."
Dengan panjang lebar dia menceritakan mengenai Umar bin Khattab yang menahan laparnya dengan mengganjal perutnya dengan sebuah batu. Abu Bakar pun melakukan hal yang sama. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah untuk meminta makan. Ketika itu Rasulullah membuka selimutnya dan kelihatan ada dua batu untuk mengganjal perutnya agar tidak lapar.
Temanku tersebut hampir menangis menceritakan semua itu. Dia ingin sekali mempunyai uang agar Rasulullah tidak kelaparan. Begitu cintanya dia kepada Rasulullah sampai-sampai dia tidak ingin Rasulullah menderita.
Aku mulai terbius oleh kata-katanya yang menentramkan. Begitu piciknya aku, hanya karena masalah nilai aku mengorbankan waktuku untuk menyesali hal yang sudah berlalu. Menganggap dunia sudah kiamat, padahal di luar sana banyak orang yang mempunyai masalah lebih besar. Banyak orang yang kelaparan, bahkan untuk makan saja mereka tidak mampu.
Kemudian dengan lirih pula Ikhsan berkata, "Sudah seminggu ini aku tidak makan..." Aku sedih mendengar itu. Tuhan, maafkan hambaMu ini yang telah terpedaya oleh setan. Maafkan hamba yang tidak pernah mensyukuri nikmat yang Kau berikan. Maafkan hamba, ya Allah... Jadikanlah hamba orang yang bisa merasakan penderitaan orang lain.
Bantalku pun basah oleh air mata...
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Ida Ernawati sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.