HR. Bukhari : "Berhati-hatilah dengan buruk sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh."
|
![]() |
http://rifarida.multiply.com |
![]() |
rifatulfarida@ymail.com |
![]() |
rifatulfarida@ymail.com |
![]() |
rifatulfarida@ymail.com |
Kamis, 11 Juli 2013 pukul 22:00 WIB
Penulis : Rifatul Farida
Poligami.
Ianya syari’at, bukan maksiat. Kenapa dicacat, dihujat, dan diperdebat?
Melakukannya berpahala, tak melakukannya pun tiada dosa. Kenapa musti diributkan?
Muslimah, menolak dipoligami sah-sah saja, tapi menolak hukum poligami, bukankah itu namanya ingkar sunnah?
Poligami.
Mampu dan adil menjadi syarat, diatur dalam syari’at, diperjelas dengan contoh Rasul dan para sahabat, mustinya itu yang dijadikan kiblat.
Lalu, apa yang salah dengan poligami, jika ianya tetap dicibir nyinyir meski berkali para asatidz menjelaskan yang termaktub dalam Al-Qur’an, bahwa dibolehkannya dua, tiga, atau empat?
Poligami.
Layaknya diperlakukan seperti pernikahan monogami, sebab ini hanya beda jumlah saja, tetap sama pada hak dan kewajiban suami-isteri.
Itu artinya, jika masih saja meributkan tentang poligami, maka belum paham tentang pernikahan (monogami), atau mungkin ada pemahaman yang salah tentang apa itu pernikahan.
Sebab nyatanya dalam monogamipun sebenarnya setiap wanita “dipoligami” oleh suaminya yang masih mempunyai ibu dan atau saudara perempuan.
Poligami.
Tak ada yang salah dengan poligami, seperti halnya tak ada yang salah dengan monogami.
Adanya salah pada individu yang tak taat aturan pada pernikahan, entah itu monogami ataupun poligami.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Rifatul Farida sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.