QS. Al-'Ankabuut : 64 : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui."
|
![]() |
http://www.ardadinata.web.id |
![]() |
http://facebook.com/ardadinata |
![]() |
http://twitter.com/ardadinata |
Sabtu, 7 Februari 2009 pukul 05:22 WIB
Penulis : @ Arda Dinata
Salah satu teladan yang bisa kita contoh dalam membangun kebeningan hati dalam keluarga, selain keluarga Rasulullah SAW, adalah keluarga Khalifah Ali bin Abu Thalib. Ali RA adalah suami dari Fatimah, putri Rasulullah. Beliau sejak kecil hidup bersama Rasulullah, karena Rasulullah pernah diasuh oleh ayah Ali. Setelah Rasulullah menikah dengan Siti Khadijah, Ali ikut bersama Rasulullah dan dibesarkan, diasuh, serta dididik, sehingga tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik, dan pemberani.
Keberanian dan kebeningan hati Ali ini tercermin pada ikut sertanya dalam hampir seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah. Ali senantiasa berada di barisan muka. Seringkali kaum muslimin memperoleh kemenangan karena keberaniannya dan ketangkasannya, Ali dikenal dengan Dzulfaqar karena pedangnya yang bermata dua. Namun demikian, Ali sehari-hari dalam keluarga, perilakunya selalu lemah lembut, sebagai pancaran kebeningan hati.
Berkait dengan kebeningan hati ini, Ali RA berkata, "Sesungguhnya Allah Ta'ala di bumiNya mempunyai sebuah wadah, yaitu hati. Maka yang paling dicintai Allah ialah hati yang paling lembut, paling jernih, dan paling keras." Kemudian beliau menafsirkannya. Maka beliau berkata, "Maksudnya ialah yang paling keras dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, serta paling lembut terhadap saudara-saudaranya."
Keterangan itu menunjukkan kalau syari'at Islam yang toleran telah memberikan perhatian yang besar terhadap institusi keluarga, sehingga ia menduduki posisi layak yang membuat ia menjadi pijakan kokoh bagi setiap muslim untuk mewujudkan kemuliaan, kehormatan, dan amal shaleh yang bermanfaat.
Untuk mewujudkannya, setiap keluarga perlu dibangun suatu sistem pembelajaran yang dilandasi kebeningan hati. Perumpamaan hati adalah cermin. Selama ia bersih dari kotoran, maka dapatlah dilihat padanya segala sesuatu. Apabila ia tertutup kotoran dan tidak ada yang membersihkannya, maka ia pun diselimuti kotoran, yang pada akhirnya binasa, tidak dapat dibersihkan.
Bukankah, kondisi bening hati dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat melejitkan potensi terciptanya keluarga sakinah? Rasulullah SAW bersabda, "Apabila Allah SWT menghendaki suatu rumah tangga yang baik (bahagia), diberikanNya kecenderungan menghayati ilmu-ilmu agama; yang muda menghormati yang tua; harmoni dalam kehidupan; hemat dan hidup sederhana; melihat (menyadari) cacat-cacat mereka dan kemudian melakukan taubat. Jika Allah SWT menghendaki sebaliknya, maka ditinggalkanNya mereka dalam kesesatan." (HR. Dailami dan Anas).
Sungguh indah, suatu keluarga yang hidupnya dibangun dengan kebeningan hati. Maka, panjatkanlah selalu doa, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqaan : 74).
Wallahu a'lam.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan @ Arda Dinata sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.