HR. Ad-Dailami : "Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi aib orang lain."
|
Kamis, 7 Februari 2013 pukul 12:00 WIB
Penulis : Betty Herawati
Sore ini, aku menangis lagi.
Rindu pada orang-orang tercinta menghunjam begitu dalam. Air mata itu tertahan dalam kesendirian, menetes perlahan-lahan. Kucoba menahannya agar tidak terlalu deras berjatuhan. Kasihan mujahid kecilku, tiap hari mendapati umminya menangis. "Maafkan ummi, nak!" Sungguh, ku tak mau mewariskan kesedihan padanya. Ia harus lebih tegar dari abi dan umminya. Maka, kucoba memaknai kembali ketegaran itu; bahwa perjuangan mengalahkan diri sendiri adalah jihad yang paling berat.
Entahlah... akupun tak mengerti. Akhir-akhir ini aku begitu mudah menangis, mudah lelah, mudah mengeluh. Parahnya, sifat manja dan melankolis menjadi meningkat berlipat-lipat. Emosiku seperti diaduk-aduk. Hanya istighfar yang terus berulang ketika berada dalam batas sadar, aku merasa bukan diriku. Aku menjadi sedemikian bergantung pada suamiku; menuntut perhatian lebih darinya, minta ini itu. Kadang, aku merasa keterlaluan, aku ini siapa?
Saat-saat seperti ini –saat aku merindukan kehadiran mereka yang tercinta–, aku seperti dihadiahi begitu banyak kasih sayang. Begitu tiada berhingga dan aku tak pernah mampu mengejewantahkan perasaanku dengan kata-kata. Maka, menghadirkan mereka dalam kesendirian adalah menyelami kembali telaga motivasi untuk terus berkarya. Meski kusadar; tak ada daya membahagiakan mereka semua. Sampai sekarang aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa.
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Betty Herawati sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.