Ali Bin Abi Thalib : "Hati orang bodoh terdapat pada lidahnya, sedangkan lidah orang berakal terdapat pada hatinya."
|
![]() |
http://vienmuhadi.wordpress.com |
Kamis, 12 Juli 2012 pukul 16:00 WIB
Penulis : Sylvia Nurhadi
Suara kumandang adzan bergema keras di telinga Dr. Yahya A. Lehman. Ketika itu ia baru saja melewati dinding ratapan yang suram, sisa peninggalan kuil Herodian, tempat peribadatan umat Yahudi yang hingga kini masih mereka hormati. Kemudian Dr. Yahya berusaha memanjat The Holy Temple Rock (As-Sakrah) yang memang berada di kawasan yang sama, yaitu Haram Asy-Syarif (Temple Mount) di Yerusalem.
Sempat terpana, tak lama kemudian ia melihat orang-orang Muslim Palestina datang berbondong-bondong menuju Masjidil Aqsa memenuhi panggilan tersebut. Di pagi buta sebelum fajar menyingsing itulah ia menyaksikan Muslim shalat bersama-sama; rukuk dan sujud, mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Satu.
Dr. Yahya terperangah. Hatinya benar-benar tergetar menyaksikan pemandangan di depan matanya. Ia berusaha memahami bacaan shalat dalam bahasa Arab yang didengungkan sang imam dengan begitu khusyuk dan merdu. “Alangkah indahnya,” bisik Yahya, syahdu.
Beberapa lama kemudian, dari balik gunung di kejauhan sana mataharipun menampakkan sinarnya yang begitu kemilau. Hati Yahya bergemuruh. Cahaya tersebut seolah memanggilnya, mengajaknya untuk membuka mata agar mau menerima pandangan baru tentang kebenaran hakiki yang memang sedang ia teliti. Itulah Islam, sebuah agama yang benar-benar baru baginya. Karena selama ini agama yang diperkenalkan orangtua dan sistim di negaranya, Jerman, hanyalah Kristen dan Yahudi saja.
Dr. Yahya sebenarnya datang ke kota ini dalam rangka menghadiri upacara Paskah. Ia adalah seorang peneliti dalam kajian khusus Gulungan Laut Mati (the dead sea scroll) yang kontroversial itu. Selama di kota ini ia juga terus beribadah di gereja dengan tekun.
Namun sejak ia mendengar panggilan shalat dan menyaksikan umat Islam shalat berjama'ah, hatinya mulai gundah. Cahaya Sang Khalik menuntunnya, hingga ke semenanjung Malaysia, di mana ia bekerja sebagai pendeta dan pendidik. Di sinilah, ia menyelesaikan penelitiannya yang sungguh sulit, yaitu tesis doktoralnya tentang perkembangan awal Kristen dan tulisan-tulisan tentang Perjanjian Baru.
“Pernyataan agama Monoteistik Islam dari menara di atas tempat suci di Yerusalem terdengar bagi saya seperti pesan agama baru yang mempunyai kekuatan besar dan menantang. Masa studi pasca sarjana saya selama beberapa tahun di bidang perbandingan agama dan penelitian khusus dari pergerakan Yahudi pada zaman Yesus dan dampaknya terhadap perkembangan awal agama Kristen, telah membimbing saya secara pasti, kepada kebenaran Islam, membawa saya lebih dekat akan pesan asli Yesus, nabi dari Nazaret yang diutus Tuhan, yang memanggil para pengikutnya kembali ke jalan agama yang benar dan telah dirintis nabi-nabi Yahudi terdahulu. Juga Ibrahim, agar berserah diri kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT, Pencipta semua mahluk, dan agar berjuang menegakkan persaudaraan di antara sesama manusia.”
“Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur’an itu) kepada mereka, mereka berkata : “Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).” Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qashash [28] : 52-54).
Ayat di atas diturunkan kepada raja Najasyi, Negus, seorang ahli kitab yang hidup pada masa Al-Qur'an turun. Ia betul-betul tersentuh ketika surat Maryam dibacakan di hadapannya. Selanjutnya iapun lalu mengakui bahwa ajaran yang dibawa Rasulullah adalah ajaran yang benar, ajaran yang diturunkan Tuhan semesta alam.
http://vienmuhadi.wordpress.com
Dipersilahkan untuk menyebarkan tulisan ini dalam bentuk apa pun, asalkan tetap menjaga kode etik dengan mencantumkan Sylvia Nurhadi sebagai penulisnya dan KotaSantri.com sebagai sumbernya.